KETIK, SURABAYA – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Perhubungan (Dishub) menerapkan kebijakan pembayaran non-tunai pada seluruh titik parkir Tepi Jalan Umum (TJU). Pembayaran non-tunai melalui QRIS ataupun voucher tersebut, diterapkan secara bertahap di 1.370 titik parkir TJU se-Kota Surabaya.
Data Dishub Surabaya mencatat, ada 5 titik parkir Tepi Jalan Umum (TJU) di Kota Pahlawan yang saat ini telah menyediakan layanan pembayaran dengan metode QRIS. Yakni, di Jalan Sedap Malam, Jalan Jimerto, Jalan Taman Bungkul, Jalan Serayu dan Jalan Progo.
Selain Tepi Jalan Umum, sistem pembayaran QRIS sebelumnya telah diterapkan Dishub Surabaya pada beberapa lokasi Parkir Tempat Khusus (PTK).
Di antaranya, Parkir Gedung Balai Pemuda, Parkir Gedung Genteng Kali, Parkir Gedung Kertajaya, Parkir Gedung UPTSA Siola, Park and Ride Mayjend Sungkono dan Parkir UPTSA Menur.
Di samping mudah dan cepat, QRIS juga akan menjaga keamanan proses pembayaran parkir. Pengguna jasa parkir cukup menscan barcode yang terpasang dan melakukan pembayaran melalui aplikasi yang diinginkan.
Mengenai penggunaan Qris untuk parkir di beberapa titik di Surabaya, berikut tanggapan masyarakat.
Sudirman (76) warga Manukan Surabaya, dirinya menilai program kali ini sangat bagus untuk menertibkan parkir dan PAD Surabaya dapat terus bertambah.
"Berkali-kali zamannya Pak Wali Muhajir Wijaya sudah dibicarakan, ini suatu keberanian Cak Eri untuk membenahi kota, untuk meningkatkan PAD dan bisa meningkatkan pendapatan mereka," jelasnya.
Pembayaran Parkir Qris di Jalan Jimerto Surabaya. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)
Dirman mendukung penuh karena beberapa kali ada jukir nakal yang tidak sesuai dengan tarif parkir di Surabaya. "Ini terjadi di kawasan Ampel, di kawasan wisata, kalau sistem waktu juga ndak papa asalkan jelas," imbuhnya.
Aisyah (23) Gubeng, mengungkapkan bahwa dirinya tidak setuju adanya program tersebut karena adanya keterbatasan internet yang dimilikinya.
"Jika diterapkan, gimana jika orang tidak memiliki paket internet, dan orang-orang tua yang tidak mengerti pembayaran seperti itu, saya lebih suka pakai cash," jelasnya.
Husni (27), warga Wiyung, mengungkapkan "Saya setuju sekali dengan penerapan pembayaran menggunakan Qris. Karena supaya jukir tidak menaikkan tarif sembarangan. Apalagi kalau ada event besar, biasanya jukir menaikkan sampai Rp10 ribu per motor. Itu menurut saya sangat mahal, kita sebagai pengendara merasa keberatan," tuturnya.
Ketua IMI Surabaya Dukung Parkir Qris
Di tempat berbeda, Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) Surabaya Rinto Ari Rakhmanto mengungkapkan dirinya mendukung adanya pembayaran parkir Qris.
"Jika untuk ketertiban dan keamanan kami mendukung, dengan segala aspek yang harus dipikirkan," jelas Rinto.
Tak hanya itu, Rinto juga meminta harus ada sosialisasi mengenai pembayaran non tunai atau Qris ini untuk ditujukan ke beberapa pihak.
"Pemkot membuat kebijakan ini untuk ketertiban dan juga untuk penyelamatan PAD dari sektor parkir," ujarnya.
Rinto mendukung karena pembayaran parkir Qris ada di beberapa titik tertentu misalnya di Jalan Genteng, Embong Malang dan Blauran.
"Itu memang titik-titik yang perlu perhatian khusus jadi kami oke-oke saja," ucapnya.
Mengenai parkir Qris, Rinto memberikan saran bahwa parkir yang baik dan bertanggung jawab itu tetap harus ada petugas karena menjaga kerapian kendaraan.
"Motor itu kalau tidak diparkir dengan rapi itu cenderung rusak, kalau pengelola parkir terus harusnya juga retribusinya tetapi juga penataan dan pengamanannya," terang Ketua IMI Surabaya itu.
"Mungkin harus ada sosialisasi yang cukup, ada uji coba, evaluasi dan SDM yang paling penting harus ada pelatihan khusus lah," pungkas Rinto. (*)