KETIK, SIDOARJO – Ketua DPRD Sidoarjo H Usman MKes memastikan tidak ada masalah dengan bantuan keuangan (BK) yang diberikan oleh anggota dewan kepada desa. BK merupakan jalinan komunikasi antara anggota DPRD Sidoarjo yang mencalonkan diri lagi (petahana) dengan masyarakat. BK untuk desa sangat membantu percepatan pembangunan.
”Tidak ada yang salah dengan BK. Masyarakat yang membutuhkan,” kata Usman pada Rabu (1/11/2023). Jalinan komunikasi yang baik tentu lebih membuka peluang bagi calon petahana di DPRD Sidoarjo untuk terpilih lagi.
Usman sendiri blak-blakan juga memberikan dana BK ke desa-desa di wilayah daerah pemilihannya, yaitu dapil Sidoarjo 1 (Sidoarjo, Buduran, Sedati).
Di Kecamatan Kota Sidoarjo, misalnya, Usman memberikan bantuan keuangan untuk Desa Rangkah Kidul Rp 250 juta. Desa Suko berupa pavingisasi senilai Rp 200 juta. Beberapa desa lain juga dapat, seperti Desa Cemengbakalan dan Banjargendo.
Untuk Buduran, hampir semua desa dikucurinya dengan anggaran BK senilai Rp 50 juta. Di Kecamatan Sedati, Usman memberikan anggaran BK Rp 115 juta.
Bolehkah dana BK diberikan sebagai transaksi suara dalam pemilu? Dia menegaskan tidak ada aturan khusus tentang itu. Namun, jika ada caleg petahana DPRD Sidoarjo yang berharap dapat suara setelah memberikan BK tentu tidak ada masalah. Mereka juga menghitung hasil rekapitulasi data saat pemilu. Di daerah yang dikucuri BK, caleg itu dapat berapa.
”Apa salah kalau seperti itu?” ungkap anggota DPRD Sidoarjo selama tiga periode itu.
Mengapa? Menurut Usman, DPRD Sidoarjo memang lembaga politik. Anggota Badan Anggaran DPRD Sidoarjo, misalnya, tentu berupaya bagaimana memperjuangkan aspirasi daerah yang diwakilinya untuk masuk dan dapat anggaran dari APBD Sidoarjo.
Yang tidak boleh itu, tandas Usman, adalah anggota DPRD Sidoarjo memaksakan kehendaknya dalam penggunaan BK di desa. Dana bantuan keuangan (BK) umum memang hasil usulannya di DPRD Sidoarjo. Namun, penggunaan dana itu tetap ditentukan oleh musyarawarah desa (musdes).
”Misalnya hasil musdes beda dengan keinginan yang memberi BK, itu sah-sah saja,” tambah Usman.
Bagaimana jika ada anggota DPRD Sidoarjo yang meminta macam-macam? Misalnya, minta fee, minta garap proyek, atau minta komitmen lain dengan pemerintah desa? Sebagai ketua DPRD Sidoarjo, Usman menyatakan itu tidak lebih adalah ulah oknum saja.
Dia sendiri mengaku tidak pernah meminta-minta seperti itu. Setelah menerima dana BK, pemerintah desa bebas memanfaatkannya untuk membangun desa. Semua terserah aspirasi desa.
Kecuali, kalau memang kepala desanya ikut ”bermain” dengan anggota dewan. Dia akan menindaklanjuti jika ada laporan yang menyangkut kelembagaan DPRD Sidoarjo. Bukan ulah oknum anggota dewan secara personal.
”Saya itu ketua yang merusak komitmen anggota yang seperti itu. Saya juga tidak pernah meminta-minta,” tuturnya.
Selaku ketua DPRD Sidoarjo, lanjut Usman, dirinya sudah beberapa kali mendapat laporan dari Kades-Kades. Ada anggota DPRD yang mematok persyaratan-persyaratan khusus apabila desa ingin mendapatkan dana BK.
Legislator DPRD Sidoarjo dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu selalu mengingatkan anggota dewan agar tidak bermain-main dengan anggaran negara.
Ketika ada pertemuan dengan Kades-Kades, mereka juga selalu diingatkan agar tidak menerima tawaran BK dari oknum-oknum yang memasang syarat-syarat yang melanggar hukum.
”Kalau ada yang minta fee atau syarat-syarat tertentu lain, jangan dituruti. Itu yang selalu saya sampaikan kepada Kades-Kades,” ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, dana bantuan keuangan (BK) desa sangat membantu pemerintah desa dalam membangun dan memajukan desa. Dana BK digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Misalnya, membangun infrastruktur berupa jalan, jembatan, dan fasilitas umum lain.
Ada juga dana BK yang digunakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Misalnya, pelatihan kader-kader posyandu, kesehatan, pendidikan, maupun bantuan sosial masyarakat. (*)