KETIK, SIDOARJO – Penyimpangan dana hibah Pokmas Provinsi Jatim menelan korban. Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo menahan empat tersangka perkara dugaan korupsi biaya pembangunan saluran air di Desa Wage, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo. Kerugian negara mencapai Rp 400 jutaan.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sidoarjo Franky Yanafia Ariandi menyatakan, penyidik pidsus menemukan penyimpangan dalam dua proyek saluran air. Dua-duanya bernilai lebih dari Rp 200 juta.
Yang pertama adalah pembangunan saluran air di Jalan Jeruk IV, RT 05 RW 08, Desa Wage, Kecamatan Taman, Sidoarjo. Yang kedua, pembangunan saluran air di Jalan Kelapa RT 03 RW 09, Desa Wage, Kecamatan Taman, Sidoarjo.
”Nilai pekerjaan masing-masing sebesar Rp 227.229.000 yang bersumber dari hibah uang Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2022,” jelas Franky di Kantor Kejaksaan Negeri Sidoarjo pada Kamis malam (12/9/2024).
Siapa saja tersangka itu? Franky menyebut inisial empat orang. Mereka adalah AT, AR, ERY, dan S. Keterlibatan mereka berbeda-beda. Masing-masing punya peran sendiri dalam kasus ini. Ada yang sebagai ketua pokmas maupun swasta.
Franky mencontohkan tersangka ER. Dia adalah ketua Pokmas Kelapa Abdi Jaya. Dia dijadikan tersangka karena tidak melakukan kewajibannya dalam pembangunan saluran air. Uang pembangunan saluran diserahkan kepada AR. Namun, uang itu lantas dipakai untuk kepentingan pribadi dan orang lain.
”Tersangka ER bertanggung jawab secara formil dan material atas pekerjaan yang didanai oleh hibah uang Provinsi Jatim tersebut,” kata Franky.
Tersangka kedua, lanjut dia, berinisial S. Dia adalah ketua Pokmas Tamansari. S dijadikan tersangka dan ditahan akibat tidak melakukan kewajibannya dalam pembangunan saluran air. Uang hibah untuk pokmas itu diserahkan kepada AR dan digunakan untuk kepentingan pribadi dan orang lain.
Tersangka S juga dinyatakan bertanggung jawab formil dan material atas pekerjaan yang didanai oleh hibah uang untuk pokmas dari Provinsi Jatim tersebut.
Tersangka ketiga ialah AR. Dia adalah orang yang mengambil uang kepada ER dan S kemudian diserahkan kepada tersangka AT. Uang hibah untuk pokmas dari Provinsi Jatim itu ternyata tidak digunakan untuk membangun saluran air di Desa Wage. Malah mereka pakai untuk kepentingan pribadi.
”Sehingga, pekerjaan tersebut tidak selesai dan timbul kerugian keuangan daerah/negara,” tandas Franky.
Bagaimana dengan tersangka AT? Nah, AT ini ternyata pihak yang hendak membangun saluran air. Dia menjanjikan diri sebagai penyedia jasa pelaksanaan pekerjaan saluran air kepada tersangka ER dan S. Namun, di situ ada sejumlah fee yang diambil dari hibah uang untuk pokmas tersebut.
Karena itulah, ER dan S kemudian menyerahkan uang pembangunan saluran air itu melalui AR kepada AT. Masalahnya, uang pembangunan saluran air tersebut ternyata digunakan untuk kepentingan pribadinya.
Akibatnya, pekerjaan saluran air di Jalan Jeruk hanya digarap sekitar 30 persen. Malah, saluran air di Jalan Kelapa tidak dikerjakan sama sekali. (*)