KETIK, BATU – Sebanyak 19 kepala desa (kades) di Kota Batu yang tergabung dalam Asosiasi Petinggi dan Lurah (Apel) meminta maaf kepada masyarakat karena gagal memperjuangkan Pajak Bumi Bangunan (PBB) agar turun.
Seperti di ketahui, kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kota Batu meroket hingga 700 persen pada tahun 2024 ini. Hal itu dirasa sangat memberatkan masyarakat kecil.
Para lurah tersebut meminta maaf melalui unggahan video yang disebar ke seluruh platform media sosial. Video tersebut disebarkan pertama kali pada Selasa, 10 September 2024.
Ketua Apel Batu, Wiweko menyatakan, sebenarnya berbagai usaha telah mereka lakukan, seperti menggelar pertemuan dengan Bappenda hingga rapat dengar pendapat dengan anggota DPRD Kota Batu.
"Kami sudah memperjuangkan kemauan bersama seluruh kepala desa yang ada di Kota Batu, supaya tidak ada kenaikan PBB," katanya, Rabu 11 September 2024.
Wiweko menyampaikan Pemerintah Kota Batu tetap pada keputusan tidak menurunkan PBB.
Dikatakannya, kenaikan pajak sebenarnya tak hanya terjadi di tahun 2024 ini saja. Namun di tahun 2023 lalu juga ada kenaikan tarif pajak. Meski ada kenaikan, jumlahnya tak sebesar saat ini.
"Untuk itu, seluruh pemerintah desa yang terdiri 19 kepala desa yang ada di Kota Batu meminta maaf kepada masyarakat secara bersamaan lewat video pendek," urainya.
Dengan kenaikan pajak yang sangat signifikan tersebut, pihaknya merasa khawatir. Apabila di kemudian hari masyarakat Kota Batu tidak kuat bayar pajak, kemudian menjual tanahnya ke pihak lain atau orang luar Kota Batu.
"Masa kami sebagai orang Kota Batu asli, harus menjadi tamu di negeri sendiri. Karena tidak kuat bayar pajak," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Bapenda Kota Batu, M Nur Adhim menyampaikan kenaikan pajak itu disebabkan karena adanya perubahan Perda. Yakni Perda Kota Batu Nomor 4 Tahun 2024, tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
"Dengan adanya perubahan Perda itu, sehingga pengenaan tarifnya juga ada perubahan," saat ditemui beberapa waktu lalu.
Adhim menambahkan, di Perda sebelumnya ada dua tarif yang berlaku. Yakni Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikalikan 0,02 untuk NJOP Rp0 hingga Rp4 miliar. Kemudian NJOP Rp4 miliar ke atas dikalikan 0,04.
Dikatakannya, sekarang ada Perda baru dan ada perubahan tarif. Yakni tarif maksimal 0,08, sehingga terjadi klasifikasi NJOP yang mengalami kenaikan, dimana ada yang naik 100 persen.
"Kemudian di sisi pengali atau NJOP, begitu ada penyesuaian pasti tarif pajak juga akan berbeda. Ini lah yang dibingungkan masyarakat karena naiknya banyak," tegasnya.(*)