KETIK, BLITAR – Presiden Joko Widodo saat ini banyak dikritik terkait gaya kepemimpinannya yang dinilai hanya menguntungkan beberapa pihak atau kelompok saja. Bahkan, telah banyak muncul petisi dari berbagai kampus yang mengkritik di berbagai daerah Indonesia.
Namun, beberapa pihak menganggap sikap kritis berbagai akademisi ini sebagai gerakan partisan.
Hal ini sangat disayangkan oleh Politisi PDI Perjuangan asal Blitar, Guntur Wahono. Baginya, kritik yang dilontarkan para akademisi bukanlah partisan, melainkan suara hati atas kekecewaan terhadap pemerintahan Jokowi.
“Kami sangat mengapresiasi apa yang disampaikan kalangan akademisi, karena itu jujur, ungkapan hati. Akademisi itu biasanya netral, mereka tidak berpihak atas kepentingan siapa pun,” ujar Guntur dalam acara HUT PDI Perjuangan di Blitar, Selasa (6/2/2024).
Sikap kritis yang ditunjukan para akademisi ini merupakan buntut kekecewaan masyarakat, terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024.
Mulai dari Putusan MK soal batas usia capres-cawapres, yang dinilai publik sarat akan kepentingan meloloskan salah satu kandidat.
Ditambah lagi, Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutuskan Ketua MK saat itu, Anwar Usman melakukan pelanggaran etik berat, dan dicopot dari jabatannya.
Tak hanya itu, terbaru, DKPP RI memutuskan Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan anggotanya terbukti melakukan pelanggaran etik karena memproses Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari. Ini berarti, penyelenggaraan Pemilu 2024 telah ternodai 2 pelanggaran etika.
“Netralitas para akademisi ini patut kita dengar. Jika mereka sampai mengeluarkan petisi seperti ini, pastinya ada yang tidak sesuai dengan nilai-nilai etika dan norma,” imbuh Guntur yang juga merupakan Anggota DPRD Provinsi Jatim ini.
Guntur juga menyoal tentang pembagian bantuan sosial (bansos), yang banyak diklaim beberapa pihak sebagai ‘bansos jokowi’.
“Bansos itu sumbernya dari APBN, diperuntukkan untuk masyarakat umum. Tetapi kalau digunakan untuk kepentingan tertentu, pasti lah masyarakat menjerit. Pemerintah harus adil menyikapi hal ini dan menjaga netralitasnya,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyebutkan bahwa alokasi dana bansos naik Rp20,5 triliun menjadi Rp496,8 triliun pada 2024 atau tahun pemilu ini.
Sebelumnya juga, beberapa kampus telah tampil untuk menyatakan sikap mengkritik keras Presiden Joko Widodo, diantaranya UGM, UII, UI, Universitas Andalas, Unpad, dan lainnya.
Untuk di Blitar, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Misbahudin Ahmad (STITMA) yang telah menyatakan sikapnya, menuntut Presiden untuk netral dan tidak menggunakan fasilitas negara dalam pemenangan paslon tertentu. (*)