KETIK, MALANG – Universitas Brawijaya (UB) bersama Dewan Jamu Indonesia (DJI) melihat potensi besar terhadap pengembangan jamu bagi UMKM di Indonesia khususnya Jawa Timur. Jamu bukan hanya persoalan produk jadi, namun menyimpan filosofi yang sangat mendalam.
Menurut Daniel Tjen selaku Ketua DJI Pusat, jamu merupakan aset berharga yang mengandung aspek antropologi, keberagaman budaya, lingkungan, dan tradisi. Ia menekankan pentingnya melestarikan pengetahuan tradisional yang telah terakumulasi selama ribuan tahun di Nusantara.
"Dari biodiversitas kita, Indonesia adalah negara yang paling kaya. Beranekaragam budaya dibangun atas dasar pengetahuan tradisional yang merupakan hasil akumulasi dari berbagai pengetahuan, keterampilan, dan praktik dari sekian ribu tahun di nusantara," jelas Daniel pada Seminar Nasional dan Expo Jamu Jawa Timur di UB pada Rabu (13/9/2023).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan mendorong negara dengan pengobatan tradisional dapat terintegrasi dengan sistem kesehatan nasional. Indonesia memiliki peluang yang besar, mengingat dari 40 ribu jenis pohon yang dikenal sebagai sumber bahan obat, 30 ribu di antaranya berasal dari Indonesia.
"Sesuai dengan filosofi nama jamu dari kata jampi usodo, ada kearifan lokal di dalamnya. Bahkan WHO mengajak negara memasukkan komponen pengobatan tradisional ke sistem kesehatan nasional. Bergabung dengan kedokteran konservatif. Kita sangat besar potensinya karena kita sangat kaya," serunya.
Dewan Jamu Indonesia bersama Sandiaga Uno melakui sambungan zoom dalam Seminar Nasional dan Expo Jamu Indonesia. (Foto: Lutfia/Ketik.co.id)
Dalam upaya mengatasi tantangan industri jamu, DJI telah berupaya mendekati berbagai pemangku kepentingan, termasuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan kementerian. Terlebih banyak pengusaha jamu masih bergerak dalam industri skala kecil, seperti jamu gendong.
"Beberapa masalah yang dihadapi teman-teman pengusaha, bahwa tidak semua pengusaha itu industrinya besar. Kita sering ketemu dengan jamu gendong dari rumah tangga yang tidak punya kemampuan besar. DJI harus bertanggungjawab bagaimana merangkul kementerian lembaga agar berpihak ke mereka," tambahnya.
Sasmito Djati, Ketua DJI Jatim, juga menyadari bahwa UMKM yang terlibat dalam produksi jamu masih menghadapi kendala, termasuk kualitas produk yang belum pasti terjamin. Menurutnya perlu perlindungan yang lebih baik bagi produk jamu melalui kebijakan yang mendukung.
"Jamu di Indonesia belum terlindungi dengan baik, entah dari kebijakan atau kualitasnya (untuk jamu gendong). Kami ingin tujuan untuk menyejahterakan industri jamu dan menduniakan jamu bisa terwujud," ungkap Sasmito.
Melihat situasi global yang dinamis, sangat menguntungkan bagi Indonesia juga mampu menggali potensi pada industri jamu. Bukan sekadar menghasilkan produk berkualitas tinggi, namun mempertahankan kearifan lokal dan melindungi lingkungan.(*)