KETIK, SIDOARJO – Persidangan Pengadilan Tipikor Surabaya juga mengungkap nilai pemotongan insentif pajak di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo. Nilainya bervariasi. Terhadap pegawai yang tidak banyak protes, insentifnya dipotong lebih besar.
Fakta-fakta tentang tentang nilai pemotongan itu terungkap saat jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka salah satu bukti sitaan Isinya tentang nilai pemotongan perolehan insentif pajak pegawai. Keterangan-keterangan saksi mendukung bukti tersebut. Termasuk, keterangan saksi dalam berita acara pemeriksaan.
Dokumen menyebutkan nama sekaligus nilai potongan per triwulan. Insentif pajak itu dicairkan setiap 3 bulan. Seorang kepala bidang kena potongan antara Rp 5 juta sampai Rp 7 juta per triwulan. Nilainya lebih rendah daripada pejabat di jajaran bawahnya.
Misalnya, pejabat fungsional pemeriksa kena potongan Rp 10 juta--Rp 13 juta. Pejabat fungsional penyuluh Rp 10 juta--Rp20 juta. engelola pajak Rp 10 juta--Rp 15 juta. Administrasi pajak kena potongan Rp 20 juta--Rp 26 juta.
Hakim Pengadilan Tipikor pun bertanya? Mengapa staf potongannya lebih besar, sampai Rp 24 juta? Dari keterangan saksi terungkap bahwa yang cenderung neriman potongannya lebih besar. Sebaliknya, yang sering protes lebih sedikit potongannya.
”Siapa yang menentukan?” tanya hakim lagi.
Saksi Abdul Muntholib yang dihadirkan pada sidang Senin (15/6/2024) mengatakan bahwa ada arahan yang tidak boleh diceritakan.
Hakim juga menanyakan siapa saja yang insentifnya dipotong. Apakah bupati, wakil bupati, Sekda juga dipotong. Sebab, menurut saksi lain dalam BAP, insentif bupati, wakil bupati, maupun kepala BPPD Sidoarjo tidak dipotong sama sekali. Tidak seperti pegawai BPPD. Ditanya seperti itu, Muntholib hanya menjawab tidak tahu.
Salah satu daftar pemotongan insentif pegawai BPPD Sidoarjo yang ditampilkan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Senin (15/7/2024). (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)
Penasihan hukum Ari Suryono, Makin Rahmat, dapat giliran bertanya. Dia menyebutkan bahwa saksi Abdul Muntholib pernah menerima insentif sekitar Rp 96 juta. Nilainya terus naik sampai di atas Rp 110 juta. Total selama 10 kali penerimaan insentif nilai yang diterima sekitar Rp 1,08 miliar. Potongan yang disetor dan disebut sodaqoh nilainya Rp 60 jutaan.
Pernahkah berinisiatif menanyakan mengapa pemotongan insentifnya tergolong kecil dibandingkan dengan yang lain? Abdul Muntholib menyatakan tidak pernah.
Untuk saksi Rahma Fitri, Makin Rahmat juga menyebut bahwa saksi menerima insentif setidaknya Rp 90 juta per triwualan selama 12 kali. Total antara Rp 60 juta sampai Rp 70 juta. Nilai potongannya tidak sama setiap triwulan.
Saksi Sulistyono (sekretaris BPPD Sidoarjo) disebut menerima insentif total Rp 1,15 miliar. Potongan insentif yang diserahkan ke Siska Wati sekitar Rp 108 juta. Potongan per triwulan, saat menerima insentif pajak, tidak sama.
Sebelumnya diberitakan, perolehan insentif pajak di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo diatur secara sah dalam SK Bupati Sidoarjo. Pencairan untuk masing-masing pihak yang berhak mendapatkannya pun diatur secara sah dalam Peraturan Bupati Sidoarjo. Namun, pemotongan insentif pegawai maupun nilainya yang tidak jelas dasar aturannya. (*)