KETIK, LUMAJANG – Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelanggaraan Tapera mendapat tanggapan dari Ketua Kadin Lumajang Agus Setiawan.
Menurutnya, jika Tapera benar-benar diterapkan dikhawatirkan mendapat penolakan dari kalangan pengusaha dan pekerja, mengingat pembayaran Tapera yang dilakukan melalui pemotongan berpotensi merugikan karyawan.
"Tidak semua karyawan tidak memiliki rumah, itu yang pertama. Yang kedua, jika karyawan melakukan kredit rumah melalui kredit, maka pemotongan akan sangat terasa bagi para pekerja. Disatu sisi harus bayar cicilan rumah, di sisi lain dipotong melalui Tapera," kata Ketua Kadin Lumajang Agus Setiawan.
Masih kata Agus, potongan gaji 3 persen, yang terdiri dari 0,5 persen dari perusahaan, dan 2,5 persen dari pekerja juga tidak menutup kemungkinan mendapat penolakan dari kalangan pengusaha.
"Walau besaran 0,5 persen itu tidak terlalu besar, namun jumlah itu akan lebih baik jika digunakan untuk menaikkan gaji karyawan, dari pada harus masuk ke Tapera," lanjut Agus.
"Jika tawaran ini datang dari perusahaan, saya yakin karyawan akan memilik tambahan pendapatan, dari pada digunakan untuk membayar Tapera," tegasnya.
Yang pasti, menurut Agus Setiawan, penerapannya memerlukan negosiasi dengan karyawan dan potensi penolakannya cukup besar.
"Saya berharap pemerintah melakukan eveluasi terhadap PP ini, agar tidak menimbulkan gejolak di kalangan pengusaha dan pekerja," urainya.
Terlebih di dalamnya ada sanksi, maka menurut Agus Setiawan, akan semakin menambah kesulitan bagi kalangan usaha. "Tentu ini akan menjadi persoalan sendiri kalau sangsi itu benar-benar diberikan," tandas Agus.(*)