KETIK, SIDOARJO – Kurikulum Merdeka mengamanatkan penguatan pemahaman tentang pentingnya toleransi dalam kehidupan yang bearagam dan ber-Bhinneka Tunggal Ika. Substansi tentang sekolah toleransi diwujudkan dalam Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Peran para guru penggerak sangat penting. Merekalah pelopor sekolah toleransi di lembaga pendidikan masing-masing.
Komunitas Seni Budaya BrangWetan mengadakan pelatihan untuk puluhan guru penggerak di Kabupaten Sidoarjo. Mereka mengikuti Training Peningkatan Kapasitas dan Jumlah Guru Penggerak dalam Pengembangan Sekolah Toleransi di Kabupaten Sidoarjo di Fave Hotel Sidoarjo pada Rabu (24/01/24).
Acara itu merupakan kerja sama apik antara Komunitas Seni Budaya BrangWetan dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Sidoarjo serta didukung oleh Forum Wartawan (Forwas) Institute Sidoarjo.
Menurut Ketua Komunitas Brang Wetan Henri Nurcahyo, ada 50 guru SMP negeri dan swasta yang mengikuti pelatihan pengembangan sekolah toleransi tersebut. Sebagian besar, yaitu 29 guru, telah terpilih menjadi guru penggerak. Sekolah yang belum memiliki guru penggerak diwakili guru yang ditunjuk oleh kepala sekolah.
Henri Nurcahyo menambahkan, pelatihan guru tentang pengembangan sekolah toleransi ini merupakan rangkaian program Cinta Budaya Cinta Tanah Air (CBCTA). Progam tersebut sudah diselenggarakan Komunitas Brang Wetan sejak tahun 2020.
”Telah ada 3 SMPN dan 1 SMA serta 1 MA yang sudah dideklarasikan sebagai sekolah toleransi,” tambah Henri Nurcahyo yang juga manajer proyek CBCTA #3.
Kepala Seksi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Disdikbud Kabupaten Sidoarjo M. Nuh menambahkan, guru penggerak memiliki peluang dan potensi menjadi kepala sekolah. Pelatihan pengembangan sekolah toleransi ini yang diselenggarakan Komunitas Brang Wetan ini diharapkan menjadi nilai tambah bagi guru penggerak dalam mengoptimalkan perannya.
Narasumber peningkatan kapasitas guru ini ialah Hernik Farisia MPd dari UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA). Hernik dikenal sudah lama berkecimpung sebagai pendamping sekolah penggerak di Kemendikbud RI. Sudah sejak 2021 bekerja sama dengan Komunitas Brang Wetan.
Hernik menjelaskan, training tentang sekolah toleransi ini dapat memperluas perspektif para guru penggerak tentang pentingnya pemahaman keberagaman dan kebhinnekaan. Mereka bisa menjadi anggota Satgas Toleransi di sekolah.
Sekolah toleran, lanjut dia, merupakan sekolah yang sudah menjunjung tinggi penghormatan atas perbedaan sehingga kondusif bagi proses belajar mengajar.
Nilai-nilai toleransi ini penting ditumbuhkembangkan di sekolah. Sebab, di masyarakat kita, banyak sekali perbedaan atas dasar suku, agama, ras, dan sebagainya.
”Nilai-nilai toleransi berarti pengakuan atas hak setiap orang, menghormati keyakinan orang lain, setuju dalam perbedaan, saling mengerti, dan sebagainya,” ungkapnya. (*)