KETIK, SIDOARJO – Nasib ribuan pegawai honorer tetap menjadi perhatian serius DPRD dan BKD Sidoarjo. Pemerintah pusat memang berniat menghapus status pegawai honorer tetap pada 28 November 2023 ini. Namun, mereka tidak akan di-PHK masal. Bagaimana dengan honorer yang lebih banyak menganggur?
Selasa (11/7/2023), Komisi A DPRD Sidoarjo dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sidoarjo membahas lagi nasib 8.753 tenaga honorer yang bekerja di Pemkab Sidoarjo. Mereka tersebar di berbagai instansi.
Masa kerjanya pun bervariasi. BKD mencatat, rata-rata masa kerja pegawai honorer di Pemkab Sidoarjo di atas 2 tahun. Menurut kebijakan pemerintah pusat, tidak ada pemberhentian masal atau PHK terhadap pegawai honorer. Yang ada hanya penataan.
”Yang dilarang adalah menambah atau memberhentikan,” kata Plt Kepala BKD Sidoarjo Makhmud kepada komisi A di kantor DPRD Sidoarjo Selasa (11/7/2023).
Dia menjelaskan, ada tiga skema yang disiapkan oleh Pemkab Sidoarjo. Masing-masing, tenaga honorer yang bisa mengikuti seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Jumlahnya 2.392 orang.
Sisanya, sekitar 6 ribu, orang bisa mengikuti skema lain. Yaitu, pengalihdayaan (outsourcing) dan skema PPNPN (pegawai pemerintah non pegawai negeri). Skema formasi itu akan diusulkan ke pemerintah pusat.
Data tentang jumlah tenaga honorer dan masa kerja masing-masing di Badan Kepegawaian Sidoarjo dipaparkan kepada Komisi A DPRD Sidoarjo. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)
Masing-masing adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). BKD akan berkonsultasi ke sana.
Ketua Komisi A Dhamroni Chudori mempertanyakan data yang dipaparkan BKD. Menurut dia, tenaga honorer yang telah terdata di Badan Kepegawaian Negara (BKN) per Juli 2022 mencapai 3.088 orang. Sisanya, 2.696 orang, belum masuk.
Nah, di antara ribuan orang tersebut, perlu dilakukan pemetaan dan penyaringan lagi. Mereka yang telah mengabdi begitu lama harus menjadi prioritas perhatian. Misalnya, telah mengabdi 5 tahun, 8 tahun, atau belasan tahun.
”Apa apresiasi kita untuk mereka setelah pengabdian yang begitu lama,” ungkap legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut. Kalau masuk tenaga kebersihan, sekuriti, dan pengemudi, bisa masuk outsourcing.
Namun, lanjut Dhamroni, untuk yang 2.696 itu, juga perlu ada semacam analisis jabatan, analisis beban kerja, pemetaan jabatan. Bagian Organisas Pemkab Sidoarjo bisa melakukan itu. Dari tiga langkah tersebut, akan didapat temuan.
Misalnya, adakah tenaga honorer yang hanya bekerja insidental, tapi tetap menerima bayaran setiap bulan. Kalau tidak ada event, mereka tidak bekerja. Dengan kata lain, banyak yang lebih banyak menganggurnya daripada bekerjanya. Mereka perlu disaring. Dinilai efisien atau tidak.
Kalau memang pekerjaannya tidak penting dan hanya supporting, lebih baik tidak usah. Tidak efisien dan efektif. Terutama yang masa kerjanya baru 1 atau 2 tahun. Mereka ini yang bisa dimentalakan alias tidak perlu dipertahankan.
”Kecuali yang pekerjaannya memang spesifik,” tutur Dhamroni.
Wakil Ketua Komisi A H Haris menambahkan, BKD Sidoarjo juga perlu membawa semacam usul revisi tentang aturan penghapusan tenaga honorer ini. Sebab, tidak ada aturan yang bisa cocok diterapkan di semua daerah di Indonesia. Setiap daerah punya karakter masalah sendiri-sendiri. Penyelesaiannya pun bisa berbeda.
”Kami ke Kota Solo. Ada perda tentang tenaga honorer. Klausul-klausul sudah tertata semua,” katanya. Peraturan pemerintah perlu fleksibel agar bisa mengakomodasi semua daerah. Begitu pula Kabupaten Sidoarjo.
Bisa jadi, di Sidoarjo, ada peraturan daerah yang akan mengatur pegawai honorer ini. Perda inisiatif DPRD. Dia juga setuju untuk mengonsultasikan skema dari Pemkab Sidoarjo ke pusat. Baik ke Kemen PAN-RB, Kemendagri, Kemenkedu, maupun BKN. (*)