KETIK, BATU – Sudah hampir dua bulan peternak ayam petelur di Kota Batu terus merugi. Karena harga pakan yang mahal tidak dibarengi kenaikan harga telur.
Hal itu lah yang saat ini dirasakan oleh Ludi Tanarto, peternak ayam petelur di Desa Junrejo Kecamatan Junrejo Kota Batu.
"Mulai dua bulan lalu atau bulan Februari 2024 kemarin sudah mahal. Jadi harga jagung naik, konsetrat naik. Tapi harga telur tidak naik. Sempat naik tapi hari ini turun lagi," kata Ludi, Senin (1/4/2024).
Menurut pria yang juga Penasehat Kelompok Ayam Petelur Kota Batu itu, saat ini harga jagung tembus Rp 6 Ribu perkilo. Untuk Konsetrat Rp 9 ribu perkilo. Sedangkan, harga telur turun di Rp 22 ribu perkilo di kandang.
"Sebelumnya, jagung sekitar Rp 5 ribu perkilo, konsetrat Rp 8 ribu perkilo sedangkan telur Rp 24 ribu per kilogram, itu Normal. Jadi, sekarang peternak itu minusnya 3 ribu rupiah perkilo," jelasnya.
Kondisi tersebut, kata Ludi diperparah dengan adanya telur tetas atau telur fertil yang beredar di pasaran. Telur tetas seharusnya tidak boleh beredar di pasaran karena mempunyai embrio, yang biasa dijadikan untuk bibit ayam atau yang disebut juga Day Old Chick (DOC).
"Setiap tahun mengalami hal serupa. Cuma tahun lalu, karena telur tetas saja dan harga pakan stabil. Nah sekarang ini, sudah harga pakan mahal. Terus kena banjir telur tetas. Jadi dua penyebab," sambungnya.
Ludi menjelaskan, Telur tetas itu dijual dipasaran dengan harga jauh lebih murah dari telur ayam layer. Telur tetas tersebut berasal dari perusahaan penetasan.
Dimana 20 hari sebelum lebaran perusahaan penetasan tidak menetaskan telur menjadi ayam. Kemudian telur itu dijual ke pasar.
"Karena kalau mereka menetaskan pas hari idul Fitri. Jadi tidak ada pembelinya. Telur tetas itu sebenarnya setiap tahun ada, tetapi pemerintah tidak tegas seharusnya dilarang," tegasnya. (*)