KETIK, SURABAYA – Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya mengajak masyarakat memanfaatkan lahan untuk urban farming. Ini dilakukan sebagai upaya mengatasi harga cabai di pasaran.
Saat ini harga cabai sudah berada di angka Rp70.000/kg pada Minggu (28/7/2024). Sedangkan, per Senin (29/7/2024) harga cabai menurun, yakni Rp69.000/kg.
Kepala Dinas ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya. Antiek Sugiharti mengatakan faktor kekeringan menjadi salah satu penyebab mahalnya harga cabai. Saat musim kemarau banyak tanaman cabai gagal panen, belum lagi serangan hama.
Dengan stok dan permintaan yang tidak seimbang, membuat hatga cabai menjadi melonjak tajam. Sisi lain, para petani di daerah penghasil baru selesai melakukan proses tanam, maka memerlukan waktu untuk berbuah atau panen.
“Untuk mengetahui, bagaimana kondisi harga, kita rutin melakukan pengecekan harga pangan di pasar,” jelas Antiek Sugiharti, Selasa (30/7/2024).
Untuk Kota Surabaya kebutuhan cabai berkisar 270 ton per bulan dan cabe rawit sebanyak 391 ton per bulan. Biasanya cabai di Surabaya dipasok dari beberapa daerah di Jawa Timur seperti Kediri, Malang, dan Blitar. Selain itu beberapa daerah di Jawa Tengah juga memasok cabai untuk memenuhi kebutuhan.
Mengakali mahalnya harga cabai DKPP mengajak warga untuk memanfaatkan lahan Bekas Tanah Kas Desa (BTKD) dan Hutan Raya yang memungkinkan untuk dilakukan penanaman. Hal tersebut tidak dilakukan sendiri, DKPP Kota Surabaya menggandeng Kelompok tani atau Poktan.
“Petani yang kita dorong, ada di Made, Pakal, dan Lakarsantri. Kita juga mendorong petani urban farming yang menanam di pekarangan rumah, atau yang memanfaatkan lahan fasum atau fasos itu,” tambahnya.
Antiek berharap, warga Kota Surabaya bisa melakukan gerakan tanam cabai di rumahnya masing-masing, dengan minimal menanam pada 2 pot.
“Itu bisa untuk mencukupi kebutuhan sendiri. Kalau gerakan menanam itu minimal 2 pot, itu sudah mampu mengurangi kebutuhan pasar," pungkasnya.(*)