KETIK, SIDOARJO – DPRD Sidoarjo memastikan belum akan mengambil tindakan tertentu menyangkut status Bupati Ahmad Muhdlor Ali. Meski telah berstatus tersangka di KPK, Bupati Muhdlor tidak berhalangan tetap. DPRD Sidoarjo menilai Bupati Muhdlor masih mampu dan sah melaksanakan tugas-tugasnya.
’’Yang menonaktifkan siapa. Yang mengangkat siapa. Sebelum ada apa-apa terkait itu, DPRD Sidoarjo tidak akan melakukan apa-apa,” ungkap Ketua DPRD Sidoarjo H Usman MKes pada Kamis (25/4/2024).
Pernyataan H Usman ini sekaligus merespons pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Tito Karnavian menyatakan bahwa seorang bupati yang berstatus tersangka akan dinonaktifkan dari jabatannya.
Saat ini, status Bupati Muhdlor adalah tersangka perkara pemotongan pendapatan insentif pajak pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo. Kasus itu ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pernyataan Tito Karnavian disampaikan saat menghadiri acara peringatan Hari Otonomi Daerah (Otoda) di Surabaya pada Kamis (25/4/2024). Menurut Tito, kepala daerah yang menyandang status tersangka bakal dinonaktifkan dari jabatannya.
’’Semua kepala daerah yang ditetapkan tersangka, maka akan dinonaktifkan. Yang naik Plt (pelaksana tugas) wakilnya," terangnya.
Tito Karnavian tidak menyebut secara khusus nama Bupati Muhdlor. Menurut dia, penonaktifan bupati ini merupakan prosedur. Kalau baru saksi, statusnya tidak nonaktifkan. Kalau tersangka, itu bisa dinonaktifkan. Kalau seandainya sudah terdakwa itu kemudian ada proses lain, diberhentikan sementara.
’’Terpidana ya pemberhentian permanen. Itu saya bicara prosedur. Saya enggak mau singgung materi kasus. Itu urusan KPK," tandas mantan Kapolri tersebut.
Menyikapi pernyataan tersebut, sebagai ketua DPRD Sidoarjo, H Usman menjelaskan, seorang bupati diangkat oleh menteri dalam negeri. Yang melantik adalah gubernur. Begitu pula proses penonaktifannya.
Selama belum ada keputusan resmi menteri dalam negeri dan rekomendasi dari gubernur, tegas H Usman, DPRD Sidoarjo tidak dapat menempuh langkah apa pun. Misalnya, mengusulkan nama pelaksana tugas (PLT) bupati. Tidak.
H Usman menambahkan, kasus Bupati Muhdlor ini memang sama-sama ditangani oleh KPK dan didahului operasi tangkap tangan (OTT). Namun, tidak ada penahanan seperti pada kasus OTT KPK sebelumnya, saat Bupati Saiful Ilah. Saat itu, KPK langsung melakukan penahanan.
Kemudian, Mendagri memutuskan penonaktifan terhadap Bupati Sidoarjo. Berikutnya, gubernur melantik Wakil Bupati Nur Ahmad Syaifuddin sebagai pelaksana tugas (Plt). Bahkan, kemudian Wabup Nur Ahmad Syaifuddin diangkat menjadi penjabat (Pj) Bupati Sidoarjo. Saat ini kondisinya berbeda.
Saat ini, Bupati Muhdlor masih mampu melaksanakan tugasnya. Memang sempat izin sakit dan menjalani perawatan karena demam berdarah di RSUD Sidoarjo Barat. Bahkan, kondisinya telah sembuh. Sudah mampu melaksanakan tugasnya. Artinya, Bupati Muhdlor tidak berhalangan tetap.
Lebih-lebih sekarang pihak Bupati Muhdlor melakukan gugatan praperadilan. Kalau gugatan praperadilan menang, itu akan mengembalikan statusnya sebagai bupati. Belum ada alasan DPRD Sidoarjo untuk mengambil langkah-langkah.
”Saya pribadi tetap menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah,” tegas H Usman. (*)