KETIK, SIDOARJO – Tidak sekadar menyampaikan permintaan dan desakan. Anak-anak belia ini berani membongkar kasus-kasus yang menimpa teman-teman sebaya mereka. Dari kasus kekerasan hingga skandal asusila. Anggota DPRD Sidoarjo tekun mendengarkan. Kaget campur kagum.”Amazing,” ungkap Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Sidoarjo Abdillah Nasih.
Tepuk tangan pun terdengar bertubi-tubi. Ruang rapat DPRD Sidoarjo sedang ramai oleh kehadiran anak-anak dan remaja usia sekolah. Rombongan Forum Anak Sidoarjo (FAS) itu tiba Selasa siang (8/8/2023).
Ketua Komisi D Abdillah Nasih dan Sekretaris Bangun Winarso menyambut mereka. Ada pula anggota Komisi D, seperti Ainun Jariyah, Aditya Nindyatman, M. Thoriqul Huda, dan Rezza Ali Faizin. Semuanya terkagum-kagum. Ungkapan anak-anak berusia belasan tahun tersebut disimak.
Ketua Forum Anak Sidoarjo Nayla Sabhita mengatakan, dirinya datang bersama pendamping, fasilitator, dan anggota forum anak membawa ”suara” 1.300 anak. Aspirasi itu dijaring dari 18 kecamatan di seluruh Sidoarjo. Mereka adalah anak-anak berusia 14 sampai 18 tahun.
”Forum Anak Sidoarjo ini semacam DPR kecil. Pelopor aksi-aksi baik anak,” kata Candra, pendamping FAS.
Forum dialog baru saja dimulai. Anak-anak melontarkan opini-opini kritis. Suara lepas dan polos. Rata-rata terdengar runtut dan teratur. Terus terang dan tajam. Tercatat setidaknya ada sebelas suara yang hendak disampaikan.
Di antaranya, ada sekolah yang mendeklarasikan diri sebagai sekolah ramah anak. Tapi, ternyata masih ada praktik perundungan (bullying) di sana. Pelakunya siswa-siswa sekolah sendiri.
”Kami minta pemerintah mengkaji lagi sebutan itu,” ungkap salah satu anggota Forum Anak Sidoarjo.
Fakta-fakta lain kemudian dibongkar satu per satu. Di antaranya, masih banyaknya anak putus sekolah karena miskin. Belum dapat bantuan siswa miskin (BSM). Mereka terpaksa bekerja. Masih kecil, anak harus jualan di jalanan. Uangnya tidak hanya digunakan untuk dirinya, tetapi juga buat keluarga.
Anak-anak mencontohkan manusia silver di pinggir-pinggir jalan. Misalnya, di Gedangan. Anak-anak terpaksa cari nafkah karena orang tua tidak dapat pekerjaan. Pemerintah diharapkan memperluas lapangan kerja baru.
”Tolong, Pak diadakan razia. Anak-anak itu seharusnya kan dapat bantuan untuk pendidikan,” ungkap mereka.
Anak-anak juga meminta pemerintah lebih selektif dalam menyalurkan BSM. Siswa miskin dan berprestasi tidak diberi. Sebaliknya, siswa yang mampu justru dapat karena melakukan cara yang tidak terpuji.”Caranya dengan memalsu data dari kepala desa,” kata mereka.
Abdillah Nasih menyatakan, masalah-masalah yang diungkap anak-anak ini menjadi pekerjaan rumah (PR). Mana yang merupakan PR dinas pendidikan, satpol PP, dan dinas-dinas lain.
”Pemerntah harus hadir untuk menyelesaikannnya,” tegas legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.
Sorotan lain anak-anak ditujukan terhadap kondisi fasilitas ramah anak. Taman kota, misalnya, belum optimal. Banyak digunakan untuk tempat merokok, pacaran, dan perbuatan tidak senonoh.
Fasilitasnya juga tidak lengkap. Banyak alat permainan rusak. Banyak karatan. Padahal, seharusnya taman kota disiapkan untuk tempat berkreasi dan mengembangkan diri.”Perlu ada fasilitas khusus untuk anak-anak,” tambah yang lain.
Suara keras juga dilontarkan terkait kemudahan akses internet. Era global memudahkan akses informasi. Konten-konten media sosial dan web beredar sangat intensif. Termasuk, konten-konten negatif. Seperti pornografi dan penyimpangan seksual.
Sebagian suara anak-anak yang disampaikan sebagai ungkapan permohonan kepada pemerintah agar melakukan langkah-langkah untuk melindungi anak-anak. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)
Pornografi ini berbahaya. Anak-anak bisa kecanduan. Pertama mencoba, kemudian penasaran, dan terus berlanjut kecanduan. Otak mereka bisa rusak. Konsentrasi turun. Yang lebih berbahaya lagi adalah keinginan mencoba dan meniru adegan pornografi itu. Jangan dianggap remeh. Banyak terjadi anak harus hamil di luar nikah. Anak laki-laki harus bekerja. Sebab, anak bayinya mau lahir. Akhirnya, keduanya putus sekolah.
”Orang tua perlu memperhatikan anaknya saat menggunakan internet. Seperti orang tua saya. Menggunakan aplikasi untuk membatasi agar saya tidak mengakses konten-konten pornografi,” ungkap Harry, siswa kelas X di salah satu SMA swata di Gedangan.
Anggota Komisi D Aditya Nindyatman berpendapat, anak-anak dalam Forum Anak Sidoarjo ini perlu dilibatkan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Mereka dapat menyampaikan aspirasi pada forum ini.
”Bisa ikut musrenbang dari desa, kecamatan, kabupaten, bahkan provinsi,” ungkapnya. (*)