KETIK, MALANG – Sekelompok emak-emak di Kota Malang mulai beraksi menyuarakan nasib rakyat. Aksi tersebut diwujudkan dengan demonstrasi yang digelar di depan Kantor DPRD Kota Malang pada Rabu (6/3/2024).
Demonstran yang menyatakan diri sebagai Aliansi Rakyat Menggugat untuk Indonesia itu melayangkan sejumlah tuntutan. Dengan berbekal peralatan dapur, emak-emak tersebut menuntut penurunan harga sembako dan juga mengkritik kepemimpinan rezim Joko Widodo.
Salah satu demonstran tersebut ialah Rahayu Ningsih. Lansia ini menyebut, kenaikan harga sembako telah menyusahkan seluruh lapisan masyarakat. Bahkan mahalnya harga sembako telah membawanya mengingat memori zaman dahulu.
"Saya pernah antri beras di zaman Presiden Sukarno. Jadi saat ini kita seperti mendulang memori untuk antri beras, kalau zaman dulu orang ngantri beras itu, memang betul-betul kelaparan, kumuh-kumuh," ucap Rahayu saat melakukan demonstrasi.
Menurutnya, meratanya penderitaan masyarakat tersebut juga ditandai dengan banyaknya ibu-ibu yang mengantre telah berpenampilan modis. Kondisi tersebut berbeda dengan era Presiden Sukarno, ketika warga yang antre sembako terlihat seperti golongan kelas bawah.
"Kemudian mereka (di zaman Presiden Sukarno) sangat-sangat memelas kondisinya, tapi saat ini yang antri beras justru ibu-ibunya sudah modis-modis. Kemudian ada juga yang betul-betul melas, jadi sekarang ini memang kemiskinan betul-betul merata," serunya.
Para emak-emak progresif itu juga meminta pemerintah kembali pada cita-cita reformasi 1998 dan demokrasi konstitusional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Mereka juga menyoroti penyelenggaraan Pemilu 2024 sekaligus mendukung dilakukannya hak angket.
Salah satu aktivis perempuan yaitu Agung Sintha turut hadir untuk menyampaikan keprihatinannya dengan kondisi bangsa Indonesia. Menurutnya pemerintah telah memainkan segala instrumen mulai dari hukum, aturan, harga pasar yang merugikan masyarakat.
"Sekarang bagaimana, harga-harga beras naik tapi petani tidak merasakan dampak kenaikan harganya," tegasnya.
Ia menegaskan rasa sakit hatinya terhadap pemerintah yang mempermainkan demokrasi di negeri ini. Banyak pelanggaran yang terjadi selama Pemilu 2024 namun lembaga negara telah buta dan dikendalikan oleh kekuasaan Presiden Jokowi.
"Mahkamah Konstitusi sekarang sudah dijadikan mainan, diobok-obok, dan diubah aturan mainnya oleh Pak Jokowi, untuk menjadikan anaknya sebagai Calon Wakil Presiden. Pemilu 2024 adalah yang damai tapi rusak, rusaknya bukan dari coblosan tapi dimulai dari MK," tutupnya. (*)