KETIK, MALANG – Universitas Brawijaya kembali kukuhkan empat orang menjadi profesor baru, dua di antaranya berasal dari Fakultas Teknik. Kedua profesor tersebut membawa gagasan mengenai energi baru terbarukan dengan fokus penelitian yang berbeda.
Salah satunya ialah Prof. Dr. Eng. Nurkholis Hamidi yang secara spesifik membahas peningkatan kualitas biodiesel. Untuk meningkatkan kualitas biodiesel, Prof. Nurkholis menggunakan dua inovasi yakni FAME Catalytic Cracking dan E-CNT Additive.
Ia beranggapan bahwa selama ini energi dunia menggantungkan diri pada bahan bakar fosil. Akibatnya ketersediaan bahan bakar fosil menipis dan timbul masalah lingkungan.
"Indonesia berhasil meningkatkan pemanfaatan biodiesel dalam bentuk Fatty Acid Methyl Ester (FAME). Melalui mandatori B20 pada tahun 2016 dimana penggunaan biodiesel 20 persen dan solar 80 persen. Kemudian meningkat jadi B30, biodiesel 30 persen dan solar 70 persen. Akan terus ditingkatkan sehingga bisa menggunakan bahan bakar biodiesel dengan tinggi," jelasnya pada Jumat (18/8/2023).
Sifat fisik dari minyak biodiesel dapat diperbaiki melalui pemecahan rantai senyawa. Melalui FAME Catalytic Cracking pihaknya berusaha untuk memperbaiki sifat fisik minyak biodiesel.
"Inovasi E-CNT masih dapat dikembangkan lebih baik lagi. Sehingga bahan bakar biodiesel FAME dapat diaplikasikan pada mesin diesel dengan tingkat konsentrasi tinggi ataupun pada keadaan murni," sambungnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Eng. Denny Widhiyanuriyawan turut serta untuk dilantik menjadi profesor baru pada Minggu (20/8/2023) besok. Disertasinya membahas tentang teknologi penginderaan jauh untuk harvesting energi baru terbarukan.
Prof. Denny mencoba mengeksplorasi data satelit guna memetakan potensi angin. Tujuannya supaya dapat memberikan alternatif pada konversi energi.
"Kami menggunakan satelit QuikScat dan WindSat untuk mengeksplorasi data selama 11 tahun. Data itu untuk memetakan potensi energi angin," jelasnya.
Dalam mengolah data satelit, digunakan metode filling-gap dan smoothing. Hasilnya ialah diketahui bahwa sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai kecepatan angin 3-6 m/s dengan power density marginal hingga good.
"Dengan demikian turbin poros vertikal savonius cocok untuk dikembangkan di Indonesia. Kincir savonius ini punya keunggulan yakni mampu bekerja oada kecepatan angin rendah. Namun demikian efisiensinya hingga 15 persen," jelasnya.(*)