KETIK, SURABAYA – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memvonis dua terdakwa pembunuhan gudang peluru Y (16) dan R (14) divonis 9 tahun dan 4 tahun oleh hakim. Sidang yang berlangsung di ruang sidang anak PN Surabaya ini berlangsung tertutup.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Y dan R terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan. Dengan ini terdakwa atas nama Y divonis 9 tahun dan terdakwa bernama R divonis 4 tahun penjara," kata Bargawa, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, saat membacakan amar putusan, Senin (5/6/2023).
Bargawa menyebut, Y dan R mengakui perbuatannya, masih berusia anak, dan berterus terang disebut majelis hakim jadi salah satu hal yang meringankan hukuman pidananya. Sementara, hal yang memberatkan adalah perbuatan keduanya mengakibatkan korbannya meninggal dunia dan telah direncanakan.
Sementara itu, Y dan R kompak menyatakan pikir-pikir terhadap putusan itu. Keduanya mengaku bakal menyampaikan jawaban secepatnya. "Pikir-pikir yang mulia," ujarnya.
Sedangkan, Jaksa Penuntut Umum, Hajita menegaskan, dirinya juga pikir-pikir terhadap putusan dari hakim. Meski, salah satu terdakwa, Y, memperoleh potongan masa tahanan selama setahun dari tuntutannya selama 10 tahun.
"Kami pikir-pikir, tadi diberi kesempatan oleh hakim selama 7 hari. Anak atau kedua terdakwa juga pikir-pikir," tuturnya.
Dengan putusan ini, Marlayem, ibu kandung N, korban pembunuhan Gudang Peluru Surabaya mengaku tak terima dengan putusan Majelis Hakim PN Surabaya. Menurutnya, putusan pada Y (16) dan R (14) terlalu ringan.
"Saya nggak terima, Mas. Saya tetap mau kedua pelaku, terutama Y dihukum mati, minimal seumur hidup," kata Marlayem.
Marlayem menilai, hukuman pidana 9 tahun pada Y dan 4 tahun pada R sangat ringan. Kendati, keduanya masih berusia anak, menurutnya hal itu disebutnya tak adil. "Seharusnya kan seumur hidup atau mati, karena itu pembunuhan berencana," ujarnya.
Saat ditanya tentang hal yang meringankan hukuman, di antaranya masih anak dan mengakui perbuatannya, Marlayem justru meradang. Ia menegaskan, pengakuan dan usia anak pada kedua terdakwa seharusnya tidak menjadi pertimbangan dalam menjatuhkan putusan.
"Kata JPU (Hajita), mentok di 9 tahun karena terganjal hukum anak-anak. Harusnya kan 10 tahun, tapi karena mengaku jadi dikorting 1 tahun jadi 9 tahun," imbuh dia.
Meski begitu, Marlayem mengaku tetap tak akan tinggal diam. Ia dan keluarga bakal mendorong jaksa untuk mengajukan banding. Kendati telah menyatakan pikir-pikir dan diberi waktu sekitar 7 hari pasca putusan.
"Rencananya kita ingin dan usahakan naik (hukumannya) lagi. Kita masih berusaha tanya, karena kan kita orang awam," tuturnya. (*)