KETIK, MALANG – DPRD Kota Malang lebih memercayakan pengelolaan anggaran Porprov 2025 kepada Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) daripada kepada KONI Kota Malang. Hal tersebut disebabkan postur anggaran untuk persiapan Kota Malang menjadi tuan rumah di Porprov 2024 cukup besar.
Ketua Sementara DPRD Kota Malang, I Mase Riandiana Kartika menjelaskan apabila anggaran diserahkan kepada KONI Kota Malang akan berisiko pada laporan pertanggungjawaban.
Made menyarankan agar pembuatan SOJ langsung diserahkan pada ahlinya yakni Disporapar Kota Malang sebagai pengampu anggaran.
"Ini kewenangan KONI, Disporapar hanya sebagai pengampu anggaran. Ini yang harus diselesaikan, kalau diserahkan ke KONI akan berisiko di SPJ," ujar Made, Selasa 10 September 2024.
Terlebih untuk persiapan Porprov Jatim 2024, anggaran yang diperlukan mencapai Rp 51 miliar. Anggaran tersebut termasuk untuk perbaikan infrastruktur Stadion Gajayana, lintasan lari, perbaikan GOR Ken Arok, kolam renang, hingga venue pertandingan.
"Dewan agak ragu kalau diserahkan ke KONI karena anggarannya terlalu besar. Untuk bonus saja Rp 20 miliar dari Rp 51 miliar yang diajukan itu. Nah kalau ini swasta diswastakan, akhirnya seperti apa. Menurut saya lebih baik di Disporapar," lanjutnya.
Made menyoroti bahwa KONI belum mengajukan anggaran tersebut kepada Disporapar Kota Malang. Kebutuhan anggaran langsung disampaikan kepada TAPD yang dinilai kurang efektif oleh Made.
"Kalau mengajukan ke TAPD boleh, cuma nanti TAPD akan memberikan ke OPD pengampu. Seharusnya langsung saja ke Disporapar. Kami lebih percaya ke Disporapar untuk pengelolaan anggarannya karena itu banyak yang sifatnya infrastruktur," tegasnya.
Tak hanya itu, Made menilai pemberian bonus kepada para atlet harus disalurkan melalui Disporapar Kota Malang. Kondisi tersebut juga untuk menghindari masalah apabila terdapat kekurangan pada anggaran.
Terlebih status Kota Malang sebagai tuan rumah akan menambah semangat para atlet untuk mengukir prestasi dan menyumbang medali.
"Kalau lebih bisa jadi SILPA, kalau kurang kan akan menimbulkan permasalahan. Karena misalnya atlet peraih emas diberi Rp 10 juta, ternyata yang meraih emas melebihi dari target yang ditetapkan, mencapi 150 medali emas. Untuk menutupi kekurangan harus dipikirkan bareng-bareng," jelasnya.(*)