KETIK, YOGYAKARTA – Dinas Kesehatan (Dinkes) meminta warga Kabupaten Sleman meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit Difteri. Menyusul telah terjadi Kejadian Luar Biasa atau KLB terkait penyakit tersebut di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Meski jaraknya cukup jauh, namun Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman tidak mau gegabah. Mereka kemudian melakukan sejumlah langkah untuk mensikapi hal tersebut. Salahsatunya melakukan sosialisasi dan himbauan kepada masyarakat.
Difteri merupakan salah satu penyakit yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphteriae, strain toksigenik. Bakteri ini menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta dapat mempengaruhi kulit. Sedangkan gejalanya termasuk sakit tenggorokan dan masalah pernapasan.
"Gejalanya antara lain berupa infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian atas, nyeri tenggorokan, nyeri menelan, demam tidak tinggi (kurang dari 38,5⁰C), dan ditemui adanya pseudomembrane putih atau keabu-abuan atau kehitaman di tonsil, faring, atau laring yang tak mudah lepas, serta berdarah apabila diangkat," terang Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dr Cahya Purnama MKes, Sabtu (30/3/2024).
Penyakit ini dapat menyerang orang-orang dari segala usia dan berisiko menimbulkan infeksi serius yang berpotensi mengancam jiwa. Sedangkan penularannya melalui droplet (percikan ludah) dari batuk, bersin, muntah, melalui alat makan, atau kontak erat langsung pada luka borok (ulkus) di kulit penderita.
Penularan ini umumnya terjadi pada penderita yang tinggal di lingkungan yang padat penduduknya serta tidak terjaga kebersihannya. Pada keadaan lebih berat Difteri dapat ditandai dengan kesulitan menelan, sesak nafas, stridor dan pembengkakan leher yang tampak seperti leher sapi (bullneck).
Cahya mengingatkan bahaya penderita Difteri apabila tidak diobati dan kasus tidak mempunyai kekebalan (belum imunisasi), dapat menyebabkan angka kematian sekitar 50%.
"Kasus kematian biasanya terjadi karena obstruksi atau sumbatan jalan nafas, kerusakan otot jantung, serta kelainan susunan saraf pusat dan ginjal," jelasnya.
Meski begitu terang Cahya Purnama, Difteri bisa di cegah dengan imunisasi. Saat ini ada 3 jenis vaksin untuk imunisasi Difteri yakni vaksin DPT-HB-Hib, vaksin DT ataupun vaksin Td.
Ia paparkan, imunisasi Difteri yang dikombinasikan dengan pertusis (batuk rejan) dan tetanus ini disebut dengan imunisasi DTP. Nah, sebelum usia 1 tahun, anak diwajibkan 3 kali mendapat imunisasi DTP.
Penderita Difteri bisa jadi tidak menunjukkan gejala apapun. Sehingga mereka tidak menyadari kalau telah terinfeksi. Akibatnya berbahaya juga apabila penderita tidak menjalani pengobatan dengan tepat, sebab berpotensi menularkan penyakit ini kepada orang di sekitarnya.
Utamanya mereka yang belum mendapatkan imunisasi. Disebutkan, penanganan dengan terapi angka kematiannya dapat ditekan sekitar 10%. Adapun angka kematian Difteri pada anak usia kurang 5 tahun dan rata-rata 5 – 10% dan 20% pada dewasa diatas 40 tahun.
Umumnya Difteri memiliki masa inkubasi atau rentang waktu sejak bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul 2 hingga 5 hari. Untuk itu ia mengimbau, apabila terindikasi terpapar Difteri segera berobat ke fasilitas kesehatan terdekat.
Jangan lupa minum obat antibiotik sampai habis sesuai arahan petugas kesehatan (puskesmas/RS), mendapatkan dan melengkapi imunisasi, diambil swab tenggorokan sesuai arahan petugas.
Serta melakukan karantina bagi kontak erat penderita.
Kepala Dinas Kesehatan Sleman ini juga berpesan kepada masyarakat supaya pakai masker selama masa minum obat, melakukan isolasi penderita di⁹ fasilitas kesehatan, batasi kontak dengan penderita Difteri.
Cuci tangan pakai sabun dan bilas dengan air bersih. Namun yang tidak kalah penting melakukan upaya untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan memperbanyak konsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang.
Karena sistem kekebalan tubuh yang baik dapat membantu melawan infeksi bakteri. Disamping itu kita juga bisa mengimbanginya dengan melakukan olahraga rutin dan melengkapi kebutuhan vitamin dan suplemen. (*)