KETIK, MALANG – Sebuah dilema dirasakan Nasyanto, Koordinator Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Kecamatan Sukun, Kota Malang. Selama ini ia aktif memfasilitasi keluarga penerima manfaat dari PKH, namun ia justru harus pontang-panting untuk mensejahterakan keluarganya sendiri.
Pasalnya dengan perekonomian yang pas-pasan, seorang Pendamping PKH tidak dapat mendaftarkan dirinya sebagai penerima manfaat. Pria yang akrab dipanggil Yanto itu merasa kesulitan membiayai pendidikan keempat anaknya.
Meskipun pemerintah telah memiliki program Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk mengurangi beban biaya pendidikan, namun program tersebut tak dapat diakses oleh Pendamping PKH.
"Pendamping PKH itu tenaga kontrak bukan PNS atau PPPK, kita bisa membantu kesejahteraan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tapi di satu sisi kami juga punya keluarga yang butuh disejahterakan," keluh Nasyanto pada Selasa (27/2/2024).
"Anak-anak butuh kuliah tapi terbatasnya honor kami, menjadi tidak sejahtera. Syarat mendapatkan KIP Kuliah itu harus masuk ke data DTKS, bagi kita tidak mungkin," sambungnya.
Sebagai Pendamping PKH, Yanto tidak dapat mendaftarkan dirinya ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Menurutnya hal tersebut disebabkan Pendamping PKH masih mendapatkan honor dari APBN.
Sayangnya honor yang ia peroleh setiap bulannya hanya berkisar di angka Rp 3 juta tanpa adanya tunjangan apapun. Sehingga ia merasa kesulitan untuk menghidupi keluarga dan biaya anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Untuk itu Ia berharap Pemerintah Kota Malang dapat memberikan bantuan berupa keringanan maupun beasiswa bagi anak-anak Pendamping PKH. Hal tersebut guna meringankan beban para pendamping yang tak hentinya melakukan pendampingan serta aktif verifikasi data keluarga penerima PKH.
"Seringkali teman-teman Pendamping PKH tidak berani mengungkapkan ini. Kami meminta solusi dari Pemkot Malang atau pemerintah pusat karena kita tidak bisa mengajukan bantuan KIP. Di Pemkot kan ada bantuan dari KESRA yang harapannya Pendamping PKH yang sudah berkerja cukup lama anak-anaknya mendapat beasiswa," ujarnya.
Terdapat sekitar 40 Pendamping PKH yang tersebar di setiap kecamatan di Kota Malang. Untuk Kecamatan Sukun, Pendamping PKH diisi 11 orang yang juga berharap Pemkot Malang lebih memperhatikan kesejahteraan nasib mereka.
Menanggapi hal tersebut, Pj Wali Kota Malang Wahyu Hidayat menjelaskan akan menindaklanjuti keluhan Nasyanto khususnya terkait pemberian beasiswa kepada anak dari Pendamping PKH.
"Ini menjadi catatan tersendiri, apabila diperlukan untuk putra/putri Pendamping PKH akan jadi prioritas mendapatkan beasiswa. Permasalahan ini bisa jadi tidak hanya di Kota Malang tapi juga dirasakan secara nasional. Kalau ada kesempatan, saya akan sampaikan langsung ke Kementerian Sosial RI, mudah-mudahan ada solusinya," ujarnya.
Saat disinggung terkait penambahan honor maupun jumlah SDM Pendamping PKH, Wahyu tidak dapat membuat kebijakan secara langsung. Menurutnya masih diperlukan peninjauan dan mempelajari regulasi yang ada.
"Itu adalah salah satu alternatif. Kadang kala kita ada itikad baik tapi ternyata regulasi yang ada memang belum mendasari sehingga kita tidak berani. Tapi yang jelas kita ada solusi salah satunya memberikan beasiswa melalui Bagian Kesejahteraan Rakyat," tutupnya.(*)