KETIK, SURABAYA – Sidang perkara dugaan korupsi suap dana hibah yang menjerat Wakil Ketua (non-aktif) DPRD Jatim, Sahat Tua P Simanjuntak kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (13/6/2023).
Pada sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi, Ketua DPRD Provinsi Jatim, Kusnadi.
Politisi PDI Perjuangan itu dicecar terkait ‘bagi-bagi duit’ yang mengkaitkan dengan namanya. Barang bukti itu berupa sebuah catatan kertas yang berisi angka atau nominal berinterprestasikan uang miliaran
Dalam lembaran kertas yang disita KPK itu, tertulis seperti judul dengan kalimat yang berbunyi sebuah nama Agus Yuda. Di bawah tulisan mirip judul itu, juga tertulis sejumlah nama anggota dewan.
10 M = B Renny-Kusnadi
3,5 M = Previllege Kom. C (Ketua)
18 M = Uang Jatah Anggota, yang 50 M (Kom C)
16 M - 10.100 M = 5.900 M
10 M, 3,5 M, 18 M, 5,9 M total 37,400 M
JPU KPK Arif Suhermanto pun mencecar berbagai pertanyaan terkait dengan barang bukti tersebut pada saksi Kusnadi. Arif mempertanyakan, apakah ia mengetahui perihal catatan tersebut. Apakah ia mengetahui arti abjad M pada tulisan itu maupun maksudnya.
Pertanyaan-pertanyaan itu pun langsung dijawab oleh Kusnadi, jika dia tidak mengetahui kertas tersebut. Ia mengelak perihal catatan yang ada dalam kertas itu. Namun, ia hanya menginterpretasikan abjad "M" dalam catatan tersebut."Interpretasi saya M itu miliar," tegasnya, Selasa (13/6/2023).
JPU Arif kembali mencecar pertanyaan, apakah ia menerima sesuatu dalam jumlah seperti tertera dalam catatan itu. Dengan tegas, Kusnadi menyatakan tidak. "Tidak menerima apa pun," katanya.
JPU Arif lalu menjelaskan, bahwa kertas yang berisi catatan itu merupakan salah satu barang bukti yang disita oleh KPK saat melakukan penggeledahan di gedung DPRD Provinsi Jatim beberapa waktu lalu.
Ia mengakui, mencecar Kusnadi atas barang bukti tersebut, karena dianggap ada kaitannya dengan perkara dugaan korupsi suap dana hibah yang menjerat Wakil Ketua Sahat Tua P Simanjuntak.
"Barang bukti itu kita sita dari gedung dewan. Makanya itu kita tanyakan pada yang bersangkutan karena ada namanya dalam catatan tersebut," ujarnya.
Selain dicecar soal barang bukti, Kusnadi juga sempat ditanya jaksa soal praktik "ijon" seperti yang dilakukan oleh terdakwa Sahat Tua P Simanjuntak. Kusnadi pun hanya mengakui jika ia pernah mendengar isu tersebut.
Namun, ia memastikan tidak melakukan hal yang serupa. Sebab, menurutnya, kelompok masyarakat (Pokmas) selama ini yang menerima langsung uang hibah saat pencairan. Termasuk mereka juga nantinya yang melakukan laporan pertanggungjawaban. Ia pun sempat menyebut kata bodoh jika ada pokmas yang diambil lebih dulu uangnya oleh pihak lain.
"Saya pernah mendengar isu (ijon) itu. Tapi, yang menerima (uang hibah) itu adalah pokmas. Dia yang menandatangani itu uang itu dari bank, anda (pokmas) yang menerima. Kalau kemudian menyerahkan pada orang lain berarti itu anda bodoh, masak iya kamu sebodoh itu," tegasnya.
Diketahui, dalam perkara ini JPU dari KPK) menyebut Sahat diduga menerima uang suap Rp39,5 miliar dari dua penyuap, yakni, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi.
Sahat didakwa dengan dua pasal. Pertama terkait penyelenggara negara Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua terkait suap, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 65 ayat (1) KUHP. (*)