KETIK, JEMBER – Sebagai seorang tenaga pendidik dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan zaman anak didiknya. Apalagi saat ini perkembangan zaman sudah beralih ke basis digital.
Bukan rahasia lagi, anak-anak saat ini banyak menerima informasi dari berbagai platform sosial media. Peran seorang tenaga pendidik mengarahkan anak agar tidak terjerumus dalam arus negatif dari digitalisasi.
Hal tersebut kemudian menjadi fokus utama pembahasan dari Jember Teacher Fest (JTF) yang diselenggarakan di Auditorium Universitas Jember selama tiga hari, 17-19 Oktober 2023.
Yang menjadi penting adalah bagaimana seorang tenaga pendidik yang bisa menyesuaikan diri dengan dunia anak. Penggunaan gadget yang menjadi bagian dari kehidupan mereka. Sedangkan sebagian besar para tenaga pendidik tidak merasakan itu.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadispendik) Kabupaten Jember, Hadi Mulyono, menyebut acara ini diikuti kurang lebih 3.000 guru dari berbagai jenjang pendidikan baik Paud, TK, SD, SMP, dan SMA.
Tenaga pendidik memang dituntut untuk mengembangkan kompetensi terutama pada perubahan dalam pola pembelajaran. Imbas dari penerapan sekolah berbasis digital.
"Guru yang mengikuti perkembangan masa kini yang bisa memberikan pembelajaran yang menyenangkan dan memberikan motivasi agar anak didik percaya diri, membangun karakter dan ramah perkembangan teknologi," ungkap Hadi.
Penerapan sekolah berbasis digital gayung bersambut dengan upaya menciptakan sekolah ramah anak.
Seperti yang dikatakan Prof. Seto Mulyadi, atau panggilan akrabnya Kak Seto, seorang guru memiliki peran penting dalam mewujudkan sekolah ramah anak.
"Penting sekali sekolah ramah anak yang betul-betul memenuhi amanat Undang-undang Perlindungan Anak Pasal 54, dengan tegas menyatakan bahwa setiap anak wajib dilindungi dari berbagai tindak kekerasan baik di dalam maupun lingkungan sekolah, baik tenaga pendidik maupun teman-temannya," paparnya saat hadir di JTF, (17/10/2023).
Paparan teknologi yang masif, jika tanpa pendampingan dan edukasi dari tenaga pendidik, seorang anak/anak-anak akan mengenal pergaulan negatif yang disebar dari sosial media.
"Supaya anak-anak ini tumbuh dan berkembang secara optimal, anak yang cerdas, prestasi gemilang jauh dari berbagai penyakit mental dari bullying, tawuran, geng motor," papar Kak Seto yang juga Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia.
Menurut psikolog anak itu, suatu tindak kekerasan bukan hanya niat dari pelaku, tapi juga kesempatan. Banyaknya kekerasan kepada anak karena terbuka lebar kesempatan itu atau seringkali dibiarkan.
Dirinya berharap kesadaran untuk menciptakan sekolah ramah anak dengan pendidik yang berintegritas, tidak dengan tangan besi atau otoriter. "Adanya tindak kekerasan karena mereka awal mulanya adalah korban dari tindak kekerasan," tutup Seto.(*)