KETIK, SIDOARJO – Lembaga Survey Accurate Research and Consulting Indonesia (ARCI) melihat kecenderungan mutakhir yang harus dipahami oleh calon-calon Bupati Sidoarjo. Pengalaman dan integritas sangat penting. Strategi kampanye juga jangan begitu-begitu saja.
Direktur ARCI Baihaki Siradj menjelaskan, saat ini, masyarakat Kabupaten Sidoarjo sedang gaduh. Soal operasi tangkap tangan (OTT) dan penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada kekecewaan terhadap pemimpin.
Apa itu? Fakta bahwa seorang pemimpin yang belum satu periode menjabat sudah tersandung masalah hukum. Apalagi, sampai ditetapkan sebagai tersangka. Mereka berpendapat ini lebih menyangkut soal pengalaman memimpin yang sesungguhnya.
ARCI pun menyodorkan berbagai pertanyaan tentang kriteria pemimpin seperti apa yang paling diinginkan Sidoarjo sekarang. Ada 1.000 responden yang disurvei. Mereka diwawancarai langsung dari desa-desa di 18 kecamatan pada 17 sampai 23 April 2024. Wawancara melalui teknologi komunikasi. Persebaran responden juga mempertimbangkan persebaran tempat pemungutan suara (TPS). Hasilnya pun diketahui.
Yang paling diinginkan Sidoarjo saat ini adalah pemimpin yang berpengalaman (21,3 persen). Bijaksana dan berwibawa (18,7 persen). Jujur dan berintegritas (12,4 persen). Merakyat dan mengayomi (8,6 persen).
”Kriteria berikutnya ada berprestasi, kreatif, pintar, cerdas, alim, santun, usia muda, tampan atau cantik, dan sebagainya,” terang Baihaki.
Nomor satu dan kriteria tertinggi adalah pengalaman. Pengalaman itu, lanjut Baihaqi, tidak secara otomatis menyebut pengalaman sebagai bupati. Yang terpenting ialah pengalaman memimpin. Baik eksekutif, legislatif, maupun organisasi-organisasi lain.
Berpengalaman saja ternyata juga belum tidak cukup. Calon pemimpin harus pula berwibawa dan berintegritas. Bisa menjadi contoh di masyarakat. Selanjutnya, calon bupati Sidoarjo harus merakyat. Mampu melindungi dan mengayomi masyarakatnya.
”Itu yang harus dimiliki calon Bupati Sidoarjo mendatang. Semua penting,” tegas Baihaki.
Lalu, bagaimana menampilkan citra diri seperti itu? Baihaki mengatakan, cara kampanye biasa-biasa saja tidak cukup. Pasang baliho, sebar banner, dan tagline-tagline saja tidak cukup untuk menarik simpati pemilih. Strategi kampanye kekinian patut menjadi pilihan.
Baihaki mengingatkan betapa efektifnya strategi kampanye pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Gibran saat Pilpres 2024 lalu. Keduanya membuat gimmick-gimmick yang asyik. Itu kampanye kekinian. Kampanye sekarang beda dengan dulu.
Dulu, masyarakat memakai kaus calon sudah bangga. Sekarang mereka tidak akan bangga. Kaus gambar foto calon tidak akan dipakai. Tapi, kalau dikemas dengan gimmick-gimmick tertentu, lebih menarik. Ditambah-tambah tagline-tagline menarik juga. Pendukung tidak akan malu mengenakan kaus calon. Secara personal mereka menunjukkan pilihan kepada calon yang disukai.
”Nah, kampanye gimmick-gimmick itu sangat penting dilakukan di media sosial. Kampanye online itu sangat strategis,” tambah Baihaki. (*)