KETIK, JEMBER – Perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) selalu tidak lepas dengan kampanye yang digunakan sebagai media pengenalan diri seorang capres/wapres maupun caleg kepada khalayak umum.
Banyak cara dilakukan salah satunya dengan menyebarkan alat peraga kampanye (APK) di seluruh penjuru wilayah terutama di jalanan yang sering dilewati banyak orang.
Namun siapa sangka, perhelatan pesta demokrasi lima tahunan ini menimbulkan masalah baru, yaitu sampah APK usai masa kampanye berakhir. Sampah APK yang tidak diolah dengan baik, hanya akan ditumpuk begitu saja apalagi bahan pembuatan spanduk sangat sulit diurai.
Di sejumlah daerah, sampah APK didaur ulang menjadi barang kerajinan maupun bahan bakar alternatif. Namun, Kabupaten Jember sendiri, belum menerapkan pengolahan sampah APK.
Koordinator TPA Pakusari Jember, RM Masbut menyampaikan setidaknya ada 732 caleg DPRD kota/kabupaten. Ditambah para caleg DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPD serta tiga pasangan capres-cawapres yang memasang APK di kabupaten setempat.
“Berarti sampah dari APK itu bisa mencapai 2 ton lebih dan sulit diurai. Entah kemana larinya APK itu kita tidak tahu, tapi yang jelas itu akan tetap menjadi sampah dan PR kita bersama,” urai pria yang akrab disapa Masbut itu.
Ia mengakui sampai saat ini belum ada sampah APK yang berakhir di TPA Pakusari. Menurutnya, spanduk-spanduk tersebut biasanya dimanfaatkan para masyarakat untuk alas atau penutup pengganti terpal.
Kendati demikian, bukan berarti persoalan sampah-sampah tersebut selesai disitu. Karena ancaman pencemaran lingkungan masih menghantui.
“Spanduk yang besar betul bisa dimanfaatkan lagi, tapi yang kecil-kecil itu tidak bisa dan tetap akan jadi sampah. Belum ada koordinasi dari KPU maupun Bawaslu akan dikemanakan (sampah APK) itu. Ya mudah-mudahan tidak dibuang ke sungai,” ujarnya.
Spanduk yang terbuat dari PVC, kertas, dan plastik itu dapat dimanfaatkan kembali dengan cara Refuse Derived Fuel (RDF) atau sumber energi alternatif pengganti batu bara untuk pembangkit tenaga listrik. “Tapi hal itu belum bisa dilaksanakan di Jember,” urainya.
Sebenarnya TPA Pakusari memiliki alat untuk membuat RDF, namun belum ada koordinasi dari instansi terkait soal upaya pemusnahan APK secara berkelanjutan.
“Juga masih belum ada kerjasama dengan pihak ketiga yang mau menerima hasil RDF yang kami produksi di sini. Sayang sekali sebenarnya APK memiliki kalori tinggi untuk pembakaran,” imbuh Masbut.
Disamping itu, ia juga menyayangkan para calon wakil rakyat yang tidak bertanggung jawab membersihkan APK yang sudah terpasang. “Ya para calon itu juga harus ramah lingkungan lah. APK yang selesai dipakai jangan ditinggalkan begitu saja,” tukasnya.(*)