KETIK, SIDOARJO – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sidoarjo semakin gereget dalam mengajak masyarakat untuk ikut terlibat mengawasi pelaksanaan Pemilu 2024. Kaum perempuan, kalangan disabilitas, dan kelompok rentan lainnya diberi ruang seluas-luasnya. Bawaslu Sidoarjo menggandeng akademikus, penyandang disablilitas, dan KPU untuk ikut menyuntikkan motivasi.
”Karena mayoritas pemilih itu perempuan, ayo kita terlibat mengawasi pemilu secara sehat,” kata Milla Ahmadia Apologia, akademikus dari Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida), di hadapan komisioner Bawaslu Sidoarjo dan para peserta.
Pengawasan pemilu, lanjut dia, lebih utama mengacu pada pencegahan-pencegahan pelanggaran dalam penyelenggaraan. Menurut Millah, dalam politik juga berlaku teori behavioristik atau perubahan perilaku manusia. Ada stimulus, respons, dan reinforcement.
Saat ini, diakui atau tidak, para elite politik kerap menempuh cara-cara yang pragmatis. Mereka mencari suara dengan misalnya menawarkan janji-janji dan sejumlah uang. Sebagai stimulus agar dicoblos. Pemilih pun memberikan respons bahwa cara seperti itu merupakan hal biasa.
Padahal, sebenarnya, praktik-praktik tersebut bisa dikurangi, bahkan dihilangkan. Sebelum mencoblos, ketahui dulu calo yang akan dipilih. Jadi, tidak menunggu ”serangan-serangan” datang.
Saat ini, lanjut Millah, diperlukan penguatan-penguatan perilaku politik agar praktik seperti itu tidak terus berlangsung. Millah menyatakan optimistis hal-hal positif tetap bisa dilakukan. Caranya adalah melakukan reinforcement dalam perpolitikan. Menguatkan perilaku-perilaku yang baik dari berbagai pihak. Di antaranya Bawaslu Sidoarjo.
”Mari kita bersama-sama melakukan edukasi tentang politik yang sehat,” tuturnya.
Karena itu, keterlibatan perempuan dalam politik jangan berhenti sebagai peserta saja. Terlibatlah dalam proses politik, pengawasan pemilu, dan sebagainya.
Semua bisa diawali dengan mencari informasi tentang penyelenggaraan pemilu. Di antaranya, informasi pengawasan pemilu dari Bawaslu Sidoarjo. Sekaligus peran-peran apa saja yang bisa dilakukan oleh kaum perempuan.
”Mari menjadi gladiator, tidak sekadar terlibat sebagai spectator atau sekadar peserta,” ungkapnya. Sekarang semua peluang sama-sama terbuka lebar.
Narasumber Ketua Komite Penyandang Disabilitas Jawa Timur Soelistiyowati menekankan pentingnya akses disabilitas dalam pemilu. Akses itu sangat penting dan menentukan seberapa besar partisipasi mereka dalam pemilu.
Salah satu contohnya ialah tempat pemungutan suara (TPS). Permukaan lokasi TPS harus datar. Mudah dijangkau kursi roda atau pemilih yang pakai tongkat. Surat suara untuk tunanetra juga harus ada khusus.
”Jika tempat pemungutan suara menyulitkan bagi disabilitas, mereka biasanya enggan datang,” kata Soelistiyowati. Dia berterima kasih kepada Bawaslu yang telah memberikan sosialisasi yang positif ini.
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Sidoarjo, Agisma Dyah Fastari mengatakan, partisipasi kaum perempuan dan disabilitas dalam pemilu mendapatkan perhatian.
Bawaslu Sidoarjo mengadakan sosialisasi untuk mendorong dan meningkatkan partisipasi berbasis GESI (Gender Equality and Social Inclusion). Sosialisasi oleh Bawaslu Sidoarjo ini melibatkan organisasi perempuan, disabilitas, media, serta KPU Sidoarjo.
Menurut Agisma, hak politik perempuan dan laki-laki dalam pemilu sama. Syarat-syarat maju sebagai calon legislatif maupun jabatan publik lain juga sama. Bahkan, parpol peserta pemilu diwajibkan memenuhi kuota caleg perempuan sebanyak 30 persen.
"Sayang, meski sudah ada kuota caleg perempuan 30 persen terkadang susah memenuhinya," kata Agisma di salah satu hotel kawasan Juanda pada Rabu (8/11/2023). (*)