KETIK, JAKARTA – Kasus produksi film porno di Jakarta Selatan terus didalami Subdit Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya. Penyidik mengagendakan pemeriksaan terhadap para pemeran dalam video bermuatan pornografi yang beberapa di antaranya merupakan selebgram.
Berdasar hasil penyelidikan Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, ada 16 pemeran dalam video yang dibuat di rumah produksi yang berada di kawasan Jakarta Selatan tersebut. Sebelas di antaranya merupakan pemeran wanita dan beberapa dikenal sebagai selebgram.
Selebgram yang diduga menjadi pemeran adalah Fransiska Candra Novitasari alias Siskaeee, Virly Virginia, dan Anisa Tasya Amelia alias Meli 3gp. Penyidik telah melayangkan surat panggilan kepada mereka dan mengancam akan melakukan jemput paksa jika mangkir tanpa alasan.
Penyidik Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mengagendakan pemeriksaan kepada para pemeran, Selasa (18/9/2023). Itu merupakan panggilan kedua setelah sebelumnya pada Jumat (14/3/2023) lalu, tak ada satu pun yang memenuhi panggilan penyidik.
Para pemeran tersebut direkrut melalui jaringan pelaku dan profiling di media sosial. Talent-talent itu dibayar sebesar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta untuk setiap video yang diproduksi dan disalurkan melalui 3 situs berbeda.
Lantas bagaimana para talent terutama selebgram bisa terjebak dalam produksi video asusila di Jakarta Selatan tersebut?
Motif Ekonomi
Dosen sekaligus Peneliti Psikologi Forensik Universitas Airlangga, Margaretha menduga para pemeran bisa terjebak dalam produksi video porno tersebut karena faktor ekonomi. Tapi, ada kemungkinan juga terkait dengan perdagangan orang atau human trafficking.
”Saya pikir pemikat utamanya adalah motif ekonomi, untuk dapat uang ya. Kedua, ada kemungkinan terkait dengan human exploitation/trafficking,” ungkapnya kepada media online nasional Ketik.co.id, Senin (18/9/2023).
Terkait banyaknya selebgram yang terlibat dalam produksi video porno tersebut, dosen kelahiran Jakarta ini menilai tidak ada motif untuk menambah popularitas. Ia menilai produksi konten pornografi di Indonesia berbeda jauh dengan luar negeri, misalnya Amerika Serikat.
”Pornografi di US (Amerika Serikat) bisa terkenal populer. Di Indonesia, pemeran pornografi tidak bisa populer terbuka,” lanjut perempuan yang meraih gelar master of research di Universitas Utrecht Belanda ini.
Margaretha juga mengomentari bergesernya fenomena produksi video porno di Indonesia. Semula konten pornografi yang beredar merupakan koleksi pribadi ataupun video amatir, tapi belakangan diproduksi secara profesional.
Ya, sebelum rumah produksi video porno di Jakarta Selatan terbongkar, kasus pornografi di Indonesia mayoritas merupakan koleksi pribadi yang tersebar. Seperti video asusila Ariel Noah dengan Luna Maya dan Cut Tari yang sempat viral pada tahun 2010.
Dijelaskan Margaretha, produksi video porno tersebut terjadi karena adanya permintaan dari para pecandu konten pornografi. ”Sistem produksi ya begitu. Harus ada yang produksi agar konsumen bisa koleksi,” tegasnya.
Sementara berdasarkan hasil penyelidikan Subdit Siber Polda Metro Jaya, konten pornografi yang disebarkan melalui 3 situs tersebut memang memiliki puluhan ribu pelanggan. Para tersangka mematok tarif Rp50 ribu hingga Rp500 ribu untuk biaya membership harian hingga tahunan.
”Jumlah keuntungan yang tersangka peroleh dalam satu tahun dari website film porno mencapai Rp500 juta,” ungkap Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak baru-baru ini.
Tindakan Tegas
Pakar Hukum Universitas Narotama Surabaya Prof Dr. Sunarno Edy Wibowo mendorong agar kasus produksi video porno di Jakarta Selatan tersebut diusut secara tuntas. Para pelaku dalam kasus ini mulai dari produser hingga pemeran harus ditangkap.
Bahkan, menurut Prof Bowo, para pelaku bisa dijerat dengan tiga undang-undang yang berbeda.
Selain Undang-Undang No 19 tahun 2015 tentang perubahan atas Undang-Undang No 11 tahun 2008 terkait dengan informasi dan transaksi elektronik dan Undang-Undang No 44 tahun 2008 tentang Pornografi, para pelaku bisa dijerat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait kemungkinan adanya prostitusi.
”Bisa terjerat Pasal 296 KUHP, 506 KUHP dan bisa terjerat Undang-Undang ITE. Undang-Undang Pornografi juga,” jelas Prof Bowo.
Sejauh ini, penyidik Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya baru menetapkan lima orang tersangka dalam kasus terbongkarnya rumah produksi video porno di Jakarta Selatan. Mereka adalah I (sutradara dan produser), JAAS (kameramen), AIS (editor), AT(sound engineering dan figuran) dan SE (sekretaris dan pemeran perempuan).
Menurut Prof Bowo, penyidik juga harus menjerat para pemeran karena sudah menikmati bayaran dari perbuatan mereka sebagai talent dalam video porno.
Ia juga meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk lebih ketat dalam melakukan pengawasan. Mengingat, 120 video hasil produksi diduga disalurkan melalui 3 website.(*)