KETIK, JAKARTA – Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2025.
Pembahasan itu dihadiri Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, serta Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti.
Pemerintah beserta anggota Banggar DPR RI sepakat untuk membawa RUU APBN 2025 ke tahap Pengambilan Keputusan Tingkat II atau Rapat Paripurna pada 19 September 2024 mendatang.
"Apakah hasil rapat kerja hari ini kita sepakati dan akan kita lanjutkan dalam Rapat Paripurna tanggal 19 September yang akan datang? Setuju?," kata Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dalam Rapat Pembicaraan Tingkat I RUU APBN 2025, Jakarta, Selasa 17 September 2024.
Hasil rapat disepakati oleh sembilan fraksi partai, dengan delapan setuju, serta satu yang setuju dengan catatan. Dalam rapat tersebut, Said menyampaikan tidak ada perubahan terhadap postur APBN 2025.
Menkeu Sri Mulyani mengatakan, selama pembahasan, Banggar dan pemerintah menyadari bahwa APBN merupakan instrumen yang sangat penting.
Menurutnya, APBN menjadi instrumen yang luar biasa penting untuk melindungi masyarakat dan perekonomian dari berbagai guncangan, dari mulai COVID-19 pandemi, kenaikan harga komoditas, kenaikan suku bunga, hingga terjadinya perang yang menimbulkan disrupsi.
Ke depan, Menkeu berharap APBN dapat terus digunakan untuk memberikan manfaat maksimal bagi seluruh masyarakat Indonesia.
"Mari kita bersama-sama memastikan setiap rupiah di APBN benar-benar bisa dilihat sebagai upaya negara memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat. Anggaran adalah wujud janji kita kepada bangsa dan kepada seluruh rakyat. Menuju tanah terjanji, Indonesia yang tata, titi, tentrem, kerta raharja," ucapnya.
Pemerintah menetapkan defisit Rp616,19 triliun atau 2,53 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), pendapatan negara Rp3.005,1 triliun, belanja negara Rp3.621,3 triliun, keseimbangan primer defisit Rp63,33 triliun dan pembiayaan anggaran Rp616,2 triliun.
Kemudian penerimaan perpajakan untuk 2025 dibidik untuk mencapai Rp2.490,9 triliun.
Sementara, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2025 ditargetkan mencapai Rp513,6 triliun.
Untuk asumsi dasar ekonomi makro 2025, ditetapkan yakni target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, inflasi 2,5 persen, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun 7 persen, nilai tukar rupiah Rp16.000 per dolar AS.
Ada juga harga minyak mentah Indonesia 82 dolar AS per barel, lifting minyak 605 ribu barel per hari, dan lifting gas sebesar 1,005 juta barel setara minyak per hari.
Selain itu, sasaran dan indikator pembangunan disepakati dengan rincian pengangguran terbuka 4,5-5 persen, kemiskinan 7-8 persen.
Kemiskinan ekstrem 0 persen, rasio gini 0,379-0,382, indeks modal manusia (IMM) 0,56, nilai tukar petani (NTP) 115-120, serta nilai tukar nelayan (NTN) 105-108.
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menegaskan, persetujuan Banggar terkait kebijakan fiskal 2025 ini dilakukan untuk mendukung keberlanjutan pertumbuhan APBN pemerintahan berikutnya yang akan dipimpin Prabowo Subianto selaku Presiden terpilih.
Karena itu, arsitektur APBN 2025 memang didesain untuk mendukung transisi efektif dengan tetap menjaga APBN kredibel dan berkelanjutan pada pemerintahan berikutnya.
"Ini sekaligus penguatan melalui program unggulan dalam rangka akselerasi untuk mewujudkan visi Indonesia Emas, bukan Indonesia cemas 2024," tegas politisi PDIP asal Madura ini. (*)