KETIK, YOGYAKARTA – Hari ini di Sleman banyak kabar remaja atau usia pelajar di waktu luangnya ingin melukai korban secara fisik tanpa ada alasan yang jelas. Kerap kali dalihnya sebagai ajang balas dendam atau rasa tidak suka dengan kelompok atau individu tertentu.
Karena itu, masyarakat Sleman yang hendak pulang kerja atau mereka yang ingin naik motor sekedar mencari sejuknya malam di Sleman kini sering merasa tidak nyaman dan merasa mencekam.
"Klitih jelas sebuah fenomena kejahatan bukan kreativitas anak masa kini. Kalau kreatif tentu pedang, parang dan sajam lainnya mending diarahkan untuk kerja bakti, membantu kegiatan Idul Adha seperti saat ini. Atau mengeluti dunia persilatan atau seni beladiri. Itu baru kreatif!," sebut Chaidir Iswanaji, Selasa (18/6/2024).
Kembali, Dosen Universitas Tidar (Untidar) Magelang yang selama ini dikenal memiliki kepedulian lingkungan ini menegaskan, sudah jelas klitih merupakan kenakalan remaja yang mengarah kepada kriminalitas.
"Benar, memang kalau arti nglitih itu artinya jalan-jalan santai di malam hari. Tapi kini kalau ada sekumpulan remaja nglitih di atas jam 22.00 WIB atau malah sebelumnya, masyarakat akan menyebutnya sebuah kejahatan jalanan (street crime) dan perlu diwaspadai," terang warga Sleman ini.
Menurutnya kegiatan sekelompok orang berkeliling berboncengan serta konvoi ini mencari pelajar atau masyarakat umum yang dianggap sebagai musuh.
Lalu ini tanggungjawab siapa? Orang tuakah, masyarakat, tetangganya-kah, gurunya atau siapa?
Klitih sekarang sudah bergeser tidak sekadar usaha mencari musuh untuk pamer, tetapi harus menyerang dan melukai korban kalau mau diakui sebagai anggota genk.
Kembali, Chaidir Iswanaji mengajak masyarakat untuk menengok sejumlah kejadian sebelumnya di wilayah Sleman.
Ia sebutkan, kejadian klitih di Kalitirto Berbah Sleman 16 April 2023 di jalan Godean, Kemusuk. Kemudian 23 Maret 2024, pembacokan membabi buta sabetkan sajam di Ringroad utara Condong Catur Depok Sleman. Juga pada 22 Januari 2024, pembacokan 2 korban di Tirtomartani Kalasan Sleman.
Kejadian lain pada 3 Maret 2024 yakni ancaman pangguna jalan di Kebon Agung Tridadi Sleman pukul 01.00 WIB dengan keluarkan clurit.
Nah, dari semua kejadian di atas, Chaidir berpesan mari bersama-sama berupaya menghentikan aktivitas meresahkan itu.
Dengan cara menjaga lingkungan antar rukun tetangga, misalnya dengan saling menahan anak usia pelajar keluar malam di atas jam 22.00 WIB.
Juga pembinaan pemuda melalui masjid-masjid dan tempat ibadah lainnya. Pastinya pemerintah mesti lebih intensif melakukan pencegahan dengan perlakuan patroli jam malam dengan penyusuran rutin ke titik-titik rawan jalan sepi.
Di samping itu, upaya edukasi usia pelajar di luar jam sekolah perlu diperbanyak misalkan ektra kurikuler seni beladiri, olahraga sepakbola volly dan lainnya yang sejatinya mengalihkan energi berlebih.
Itu agar sudah lelah sepulang sekolah dan waktunya habis untuk mengerjakan PR dan tidur malam.
"Semoga dengan pembinaan pemuda semua masyarakat Sleman kembali nyaman dan jauh dari masalah kerawanan lingkungan. Sehingga kegiatan klitih, genk motor, miras dan kenakalan remaja lainnya perlahan bisa terantisipasi dan aman kembali," ucapnya. (*)