KETIK, JEMBER – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) geruduk Kantor DPRD pada Kamis (15/6/2023) siang.
Mereka menentang pembahasan peraturan daerah (perda) rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detail tata ruang (RDTR) Kabupaten Jember.
Di depan pintu gerbang Kantor DPRD, para mahasiswa berorasi mengusung enam tuntutan. Pertama, menuntut Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember mengembalikan fungsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Kedua, menuntut Pemkab Jember memberhentikan proses teknorasi Perda RTRW Jember, sampai divalidasinya KLHS RTRW. Ketiga, menuntut Pemkab Jember mempublikasi draft revisi RTRW.
Keempat, mendesak DPRD melakukan pengawasan revisi RTRW. Kelima, menuntut Pemkab Jember untuk menghentikan pembahasan RDTR. Keenam, menghapus klausul pertambangan di wilayah Jember.
PMII memberikan argumen yang menjadi dasar dari keenam tuntutan tersebut. “Wilayah kawalan PMII Jember terfokus di wilayah selatan, yakni di Getem. Di situ terjadi alih fungsi lintas selatan menjadi tambak. Padahal di RTRW dan KLHS menyebutkan di wilayah selatan diperuntukkan untuk konservasi maupun untuk menahan arus tsunami,” kata Nanda Khoirurrizal, salah satu demonstran.
Selain wilayah konservasi di Getem, mereka mempersoalkan kawasan Grenden yang dieksploitasi. “Wilayah Grenden tidak masuk wilayah pertambangan. Tapi hingga sekarang Gunung Sadeng masih dieksploitasi dan jadi incaran investor,” jelas Nanda.
Terakhir adalah untuk menyelamatkan Gumuk di Jember, pasalnya sudah banyak gumuk yang rata digali untuk bahan material. “Gumuk-gumuk di Jember sudah rata dibeli, ada narasi bahwa akan dibabat. Dan dampaknya pada masyarakat, sumber mata air untuk pertanian ada di sana,” imbuh Nanda.
Para demonstran PMII ditemui dua anggota DPRD Jember. Ketua Komisi A Tabroni dan Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Mufid.
Mufid mengatakan bahwa usulan pembahasan Rancangan Perda Perubahan RTRW sudah masuk sejak tahun 2022. “Namun draft dari Raperda Perubahan RTRW itu belum sampai di meja kami,” jelasnya.
Perihal masalah itu, pihaknya mencoba mengkonfirmasi kepada organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Ternyata masih ada tiga komponen yang harus dilengkapi dan menunggu tandatangan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Kami masih menunggu. RTRW ini menyangkut hajat hidup 2,6 juta warga, ini harus kami kawal betul,” ujar Mufid.
Menanggapi salah satu pakta tuntutan tentang RDTR, Mufid mempertanyakan apa yang mereka permasalahkan. “RTRW dulu, baru turunannya RDTR. Kalau yang awal (RTRW) saja belum masuk bagaimana kami membahas RDTR,” tandasnya.(*)