KETIK, MALANG – Lahan bekas bangunan cucian mobil di kawasan Exit Tol Madyopuro Kota Malang telah dieksekusi pada Rabu (20/12/2023). Ahli waris pun merasa tidak terima dan menolak atas eksekusi tersebut.
Melalui kuasa hukum barunya yakni Isa Adi Muswanto, menjelaskan bahwa eksekusi tersebut tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Menurutnya, Pengadilan Negeri (PN) Malang lah yang berwenang dalam melakukan tindak eksekusi.
"Pada prinsipnya kami menolak karena eksekusi ini tidak melalui pengadilan. Padahal yang berwenang adalah harus dari pengadilan. Nanti kami akan melakukan upaya hukum terhadap eksekusi ini," ujar Isa saat ditemui di lokasi pembongkaran.
Ia mengatakan bahwa sampai saat ini ia belum ada surat keputusan untuk eksekusi dari PN Malang. Sebelum eksekusi dilakukan, pihaknya telah menanyakan surat tersebut kepada Pemkot Malang.
"Sampai hari ini belum ada surat eksekusi dari pengadilan. Karena menurut kami yang punya kewenangan adalah pengadilan. Sudah kami tanyakan, tapi Pemkot Malang tidak bisa menunjukkan," jelasnya.
Hal tersebut lah yang membuat pihak ahli waris mempertegas pernyataannya untuk menolak eksekusi yang dilakukan pagi tadi.
"Jadi yang kami tanyakan adalah mana surat penetapan eksekusi dari pengadilan. Tadi yang dibacakan, saya kira bukan putusan dari pengadilan. Waktu kami tanya mereka tidak bisa menunjukkan. Kami menolak terhadap eksekusi ini kecuali ada penetapan dari pengadilan," tegasnya.
Sebelumnya, pihak ahli waris merasa Pemkot Malang tidak konsisten. Pada 2016 perkara tersebut telah selesai dengan kesepakatan dari ahli waris yang meminta ganti rugi separuh harga sekitar Rp 1,7 miliar. Pemkot Malang kemudian memberikan uang muka Rp 250 juta kepada ahli waris.
Sisa pembayaran tersebut belum lunas hingga tahun 2020. Setelah itu ahli waris membuat MoU yang disepakati pada Januari 2022 untuk menyelesaikan masalah dengan menunjukan seorang appraisal. Namun, Pemkot Malang justru menunjuk appraisal yang berbeda dengan kesepakatan awal.
"Terhadap perkara konsinyasi itu kami sudah melakukan gugatan. Di tahun 2020 sudah ada kesepakatan antara ahli waris dengan Pemkot Malang untuk menunjuk appraisal. Intinya diberikan enam appraisal dan kami disuruh memilih satu. Tapi tiba-tiba pemkot menunjuk satu aprraisal hanya dari satu pihak. Kami sudah mengajukan gugatan untuk itu ke PN Malang," tukasnya.(*)