KETIK, JAKARTA – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD angkat suara soal pelarangan penggunaan lapangan untuk Salat Idul Fitri.
Hal itu menyusul pelarangan yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) Sukabumi dan Pekalongan. Mengingat PP Muhammadiyah sudah menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriah atau Hari Raya Idul Fitri jatuh pada Jumat, 21 April 2023.
Mereka beralasan, penggunaan masjid untuk salat Idul Fitri hanya mengikuti hasil pemerintah pusat terkait penetapan 1 Syawal.
Merespons hal itu, Mahfud MD menegaskan bahwa fasilitas seperti lapangan merupakan fasilitas publik. Berhak digunakan siapa saja.
“Pemerintah mengimbau, fasilitas publik seperti lapangan yang dikelola pemda agar dibuka dan diizinkan untuk tempat salat Idul Fitri jika ada ormas atau kelompok masyarakat yang ingin menggunakannya,” ungkapnya dari cuitannya di Twitter, Selasa (18/4/2023).
Mahfud meminta, agar pemda mengakomodasi siapa pun pihak yang menggunakan fasilitas publik dimaksud.
“Pemda diminta untuk mangakomodasi. Kita harus membangun kerukunan meski berbeda waktu hari raya,” ujarnya.
Apalagi, kata Mahfud, perbedaan waktu hari raya normal. Sama-sama berdasar pada hadis Nabi.
“Perbedaan waktu hari raya sama-sama berdasar hadis nabi, ‘Berpuasalah kamu jika melihat hilal (bulan) dan berhari rayalah jika melihat hilal’ (Shuumuu biru'yatihi wa afthiruu birukyatihi). Maksudnya setelah melihat hilal1 bulan hijriyah. Melihat hilal bisa dengan rukyat, bisa dengan hisab,” jelasnya.
Lebih lanjut, Mahfud menerangkan, rukyat adalah melihat dengan mata atau teropong seperti praktik zaman nabi. Sementara hisab adalah melihat dengn hitungan ilmu astronomi.
“Rukyat tentu didahului dengan hisab juga intuk kemudian dicek secara fisik. NU dan Muhammadiyah sama-sama berhari raya pas1 Syawal. Bedanya hanya dalam melihat derajat ketinggian hilal,” pungkasnya. (*)