KETIK, PACITAN – Dikenal sebagai Kota Seribu Satu Goa, ternyata tak hanya menyimpan keindahan alamnya yang memukau.
Di balik pesonanya, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur juga menyimpan kekayaan spiritual yang menarik untuk ditelusuri, terutama bagi para pecinta wisata religi.
Adapun beberapa rekomendasi wisata religi yang dapat menjadi pilihan untuk ziarah maupun menelusuri jejak sejarah dan spiritual para tokoh penyebar agama Islam di Nusantara.
Berikut beberapa daftar situs makam bersejarah tokoh Islam dari mulai waliyullah hingga tokoh sakti di Pacitan yang wajib anda ziarahi.
1. Makam Ki Ageng Posong dan Ki Ageng Petung
Ki Ageng Posong dan Ki Ageng Petung dikenal sebagai salah seorang tokoh penyebar Islam semasa Syekh Maulana Maghribi. Mereka mendapatkan amanat berupa tugas dari Batoro Katong dan Kerajaan Demak Bintoro untuk membabat alas Wengker Kidul sewaktu masih hutan belantara.
Menurut tahun Belanda, ia pertama kali menginjakkan kaki di Wengker Selatan sekitar 1.480-an Masehi.
Namun di tengah perjalanan menyebarkan Islam, mendapat penolakan dari tokoh yang masyhur dengan kesaktianya bernama Ki Buwono Keling yang sangat kental dengan ajaran prinsip dan keyakinannya sehingga alot saat diajak masuk Islam.
Makam Ki Ageng Petung Sunan alias Sunan Siti Geseng berada di Serayu, Kembang, Pacitan. Sedangkan, Makam Ki Ageng Posong ditemukan di sebelah Barat Masjid Desa Semanten, Pacitan.
2. Makam Kiai Santri
Makam Kiai Santri terletak di Dusun Mojo, Desa/Kecamatan Punung kurang lebih 1,5 kilometer ke arah utara dari terminal angkutan umum.
Disarikan dari buku Babad Mojo karya R. Ganda Wardaya, 1935, Kiai Santri merupakan orang saleh yang dikenal sebagai salah satu penyebar Agama Islam dan penguasa wilayah Maling Mati era Kerajaan Majapahit. Konon, Raja Majapahit memiliki 135 putra yang tersebar ke beberapa penjuru.
Kesucian Kiai Santri teruji saat ia dituduh berbuat serong dengan Dewi Ratri istri Ki Ageng Mojo. Tanda kesuciannya adalah darah yang keluar berbau wangi dan berwarna putih setelah ditusuk menggunakan sebuah keris lantaran tak berdosa.
Situs makam ini pertama direnovasi tahun 2020 lalu oleh para tokoh setempat. Selain menjadi jujukan peziarah, kini setiap malam tertentu area makam Kiai Santri kerap dimanfaatkan warga melakukan rutinitas keagamaan.
Untuk mengenang Kiai Santri, warga melakukan upacara adat Nyadran yang masih dilestarikan sampai sekarang.
3. Makam dan Menara NU Mbah Umar Tumbu
KH Umar Tumbu dikenal sebagai ulama kharismatik pendakwah tersohor dengan nama asli Umar Sahid di Desa Jajar, Kecamatan Donorojo ternyata memiliki warisan penting berupa mercusuar atau menara NU yang layak untuk dikunjungi wisatawan religi.
Masyarakat pasti sudah tahu tentang perjalanan KH Umar Tumbu yang wafat pada 4 Januari 2017 silam. Semangat perjuangannya diabadikan dalam bangunan mercusuar.
Mercusuar tersebut memiliki makna filosofis kokohnya ideologi NU yang seperti karang layaknya kapal yang menabrak karang pasti akan pecah, tenggelam bahkan bisa hancur
Perlu diketahui, KH Umar Tumbu wafat dalam usia 114 tahun. Pada masa remajanya, ia menjadi murid KH Dimyathi Abdullah di Pesantren Tremas Arjosari Pacitan.
Selain menara NU warisan Mbah Umar Tumbu, makamnya yang berada di belakang asrama Ponpes Nurrohman yang ia asuh kini menjadi jujukan wisatawan dari berbagai daerah. Terlebih saat bulan Ramadhan ramai dikunjungi para peziarah.
4. Sarean Gede Semanten
Sarean Gede Semanten merupakan tempat dimana ulama besar Pacitan dimakamkan, yakni KH Abdul Manan Dipomenggolo.
Mbah Abdul Manan Dipomenggolo merupakan murid dari KH Hasan Besari Ponorogo yang menjadi tonggak pendidikan pesantren tertua di Pulau Jawa saat itu.
Mbah Abdul Manan wafat sekitar tahun 1700 an silam. Sebelum pergi Al-Azhar Kairo untuk menuntut ilmu dan kemudian mendirikan pesantren yang menjadi tonggak berdirinya Ponpes Tremas di Arjosari.
Merupakan generasi pertama orang indonesia yang belajar di Universitas Al Azhar Kairo Mesir.
Perjuangan dan peranan Mbah Abdul Manan dalam mengemban amanah menyebarkan syariat Islam diakui dunia hingga saat ini.
Selain menjadi jujukan para peziarah, baik lokal maupun luar daerah, di Sarean Gede Semanten setiap tahun juga digelar haul untuk memperingati wafatnya KH Abdul Manan dan mencari berkah. Letaknya sekitar 2 kilometer dari Alun-alun Pacitan.
5. Makam Gunung Lembu Tremas
Makam Gunung Lembu Tremas merupakan tempat pemakaman para masyayikh Pondok Tremas. Situs tersebut berada di Desa Tremas, Arjosari, pada libur hari raya Idul Fitri selalu ramai didatangi para peziarah.
Makam itu menjadi jujugan wajib para santri, alumni dan masyarakat, sebelum atau sesudah mereka melakukan silaturrahmi dengan para kiai di Pondok Tremas.
Situs makam gunung lembu bersemayam para Kiai, Seperti KH Dimyathi, KH Abdurrozaq, KH Habib Dimyathi, KH Haris Dimyathi, KH Hasyim Ihsan, KH Toyyib Hasan Ba’bud, KH Mahrus Hasyim, KH Burhanuddin HB dan para kiai yang lain.
6. Makam Mbah Djaiman
Mbah Djaiman memiliki nama ningrat Raden Suryo Buwono. Makamnya berada di Lingkungan Nganyang, Dusun Ngasem, Desa Gembong, Kecamatan Arjosari.
Menziarahi Makam Mbah Djaiman memiliki keunikan tersendiri karena letaknya di puncak Gunung Pethit.
Banyak cerita beredar jika Mbah Djaiman hidup satu masa dengan Kanjeng Jimat.
Selain terkenal menjadi salah satu panglima perang zaman Pangeran Diponegoro, Mbah Djaiman diyakini sebagai orang sakti yang bisa membabat alas di tempat-tempat wingit. Tak hanya itu, nuansa dakwah selalu melekat dalam setiap perjalanan menyusuri pedalaman Pacitan.
Untuk mengenang perjuangan Mbah Djaiman anak turun dan warga setempat menggelar peringatan haul setiap bulan Syawal Hijriyah.
Sampai saat ini, keberadaan makam Mbah Djaiman masih terawat dengan baik. Tak jarang pada waktu tertentu para peziarah dan beberapa kalangan Pondok Pesantren kerap menggelar rutinan maulid Nabi SAW di tempat tersebut.
7. Makam Mbah Kethok Jenggot
Makam Mbah Kethok Jenggot merupakan salah satu tempat bersejarah di Dusun Kulak, Desa Tremas, Kecamatan Arjosari.
Konon ribuan tahun lalu dengan kesaktiannya dia bisa babat alas dan membuka tanah Desa Tremas.
Mbah Kethok Jenggot yang memiliki nama muda Raden Bagus Sudarmaji, merupakan punggawa Keraton Surakarta Hadiningrat.
Berkat Raden Bagus Sudarmaji inilah pemberontakan Adipati Banteng Wareng berhasil ditumpas.
Selain itu, Raden Bagus Sudarmaji juga memiliki pusaka tongkat yang terbuat dari pucang kalak di saat semedi di bawah pohon dengan memegang tongkatnya.
Akhirnya ia wafat dengan cara musno atau menghilang dengan raganya dan sekarang daerah tersebut dikenal dengan Dusun Kulak.
Sebagai informasi, Raden Bagus Sudarmaji mempunyai jambang yaitu jenggot panjang yang tidak mempan dipotong. Akhirnya dikenal dengan sebutan Mbah Kethok Jenggot oleh masyarakat.
Konon hingga saat ini, pusara makam Mbah Kethok Jenggot ini pada hari-hari tertentu mengeluarkan pancaran cahaya namun hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melihatnya.
Makam Mbah kethok Jenggot ditetapkan menjadi cagar budaya oleh Keraton Surakarta Hadiningrat beberapa waktu lalu.
8. Situs Makam Giri Sampoerna Kanjeng Jimat
Makam Kanjeng Jimat ini berada di Dusun Kebonredi, Desa Tanjungsari, Kecamatan Pacitan. Situs bersejarah ini menjadi jujukan wisatawan religi tidak hanya Indonesia, namun mancanegara.
Paling ramai adalah saat menjelang Ramadhan. Selanjutnya hari-hari usai Idul Fitri. Sedangkan kunjungan rutin yang kerap dilakukan peziarah biasanya pada malam Jumat.
Tak hanya bagi mereka yang hendak berziarah, makam yang berada di Giri Sampurno ini juga menjadi pilihan saat seseorang ingin menjauhkan diri dari hiruk pikuk kehidupan modern.
Suasana sepi serta hawa yang sejuk membuat pikiran tenang. Belum lagi kadar oksigen di puncak bukit melimpah membuat tubuh terasa lebih bugar sehingga menjadikan suasana ruhani semakin fokus kepada Tuhan.
Seperti diketahui, Kanjeng Jimat merupakan Bupati ketiga Pacitan yang dilantik menggantikan Setroketipo, bupati sebelumnya. Gelar Jogokaryo pun melekat selama sang tokoh memangku jabatan tertinggi di belahan pesisir selatan Pulau Jawa.
Kanjeng Jimat juga dikenal sebagai penyebar agama Islam yang berasal dari daerah Arjowinangun. Sebuah perkampungan di timur Sungai Grindulu yang belakangan berdiri Pondok Pesantren Nahdlatus Suban.
9. Makam Syekh Brubuh
Keberadaan makam Syekh Brubuh ini berada di Jalan WR Supratman belakang Kantor Disbudparpora Kabupaten Pacitan.
Sosok Syekh Brubuh sampai saat ini masih menjadi misteri. Meski tak banyak yang tahu, ulama asal Persia ini diyakini sebagai pendakwah Islam generasi pertama di wilayah selatan Pulau Jawa.
Konon, kedatangan rombongan Syekh Brubuh di Pacitan sudah berlangsung 200 tahun sebelum Syekh Subakir. Para ulama tersebut juga memasang tumbal di berbagai titik rawan bencana alam.
Selain itu, keberadaan makam Syekh Brubuh ini menjadi magnet tersendiri bahkan masih ada kaitannya dengan kisah keberhasilan dakwah Islam oleh para tokoh di Pacitan.
Belakangan, makam Syekh Brubuh kerap jadi jujukan para peziarah baik lokal Pacitan maupun Karesidenan Madiun bahkan dari Jawa Tengah.
Menariknya lagi, di tengah area makam terdapat pohon jambu klampok besar yang diperkirakan berusia ratusan tahun menambah suasana lebih sejuk meskipun saat siang hari.
10. Makam Syekh Ali Murtadha
Syekh Ali Murtadha yang tak lain diyakini sebagai murid Sunan Kalijaga dan menjadi jujukan para penghafal Al-Quran.
Ia merupakan Murid Sunan Kalijaga yang ditugaskan berdakwah di wilayah Pacitan pada zaman Wali Songo. Sekitar tahun 1.500 masehi silam.
Sesuai cerita yang beredar, warga sekitar makam kerap melihat sebuah cahaya keluar dari pusara dan menuju ke arah timur pada malam-malam tertentu. Mereka meyakini itu jelmaan pusaka.
Makam ulama ini terletak di RT 01 RW 06, Dusun Gawang, Desa Sedayu, Kecamatan Arjosari sekitar 14 kilometer dari Alun-alun Kabupaten Pacitan.
11. Makam Syekh Yahuda Lorok
Syekh Yahuda merupakan seorang pendakwah memilih daerah Lorok sebagai tempatnya berdakwah menyebarkan agama Islam. Hingga dikenal dengan sebutan Eyang Yahuda Lorok.
Eyang Yahuda sendiri merupakan embah buyut dari Syekh Ikhsan Dahlan Jampes Kediri, pengarang kitab tasawuf berjudul Siraj ath-Thalibin itu.
Ia adalah tokoh yang sangat dihormati dan memiliki pengaruh besar dalam menyebarkan Islam di Pacitan. Hingga masyarakat sangat mempercayai bahwa beliau merupakan seorang Wali atau kekasih Allah.
Saat memasuki bulan Ramadhan, para santri di Pacitan Jawa Timur rutin memadati makam Syekh Abdurrahman atau Eyang Yahuda, yang terletak di Dusun Margodadi, Desa Nogosari, Kecamatan Ngadirojo, Pacitan untuk melakukan ziarah.
12. Makam Ki Ageng Setiyoso Klesem
Ki Ageng Setiyoso merupakan tokoh penyebar Islam di Pacitan, Jawa Timur utusan Sunan Kalijaga. Ia lahir di Kabupaten Tuban dan masih keturunan Ronggo Lawe.
Diceritakan, para Wali Songo dulu mengutus beberapa tokoh sakti lainnya, seperti yang dikenal selama ini, di antaranya, Ki Ageng Posong (Kyai Ampok Boyo), Syekh Maulana Magribi, Ki Ageng Petung, dan sesepuh dari Tremas Mbah Dipomenggolo.
Lepas masa peperangan dengan tokoh yang dikenal bernama Ki Buwana Keling. Barulah mereka memaruh per wilayah masing-masing.
Diantaranya, wilayah Desa Klesem bagiannya Ki Ageng Setiyoso, kemudian Kalak paruhannya Mbah Prawiro Yudho, dan untuk di sekitaran daerah selatan, merupakan jatahnya Ki Ageng Petung.
Terdapat pula Benda peninggalannya yang masih tersisa adalah sebuah pusaka keris berjenis Brojol atau Patrem bernama Pamengkang Jagad. Benda ini tersimpan rapi di salah satu rumah warga bernama Jumiatin. Mbah Setiyoso
Makam yang sempat menimbulkan bau harum tersebut terletak di RT 02 RW 06, Dusun Duren, Desa Klesem, Kecamatan Kebonagung, Pacitan, Jawa Timur, berada di belakang pemukiman warga.
Itulah tempat wisata religi di Kabupaten Pacitan yang bisa dijadikan pilihan tepat untuk ziarah. (*)