KETIK, SURABAYA – Tingginya harga jagung yang menjadi bahan baku utama pakan ayam masih menjadi momok bagi peternak ayam petelur di Indonesia.
Persoalan ini tak bisa diremehkan karena menyangkut masalah ketahanan pangan nasional. Nampaknya, masalah ini sudah berbulan-bulan tak kunjung diselesaikan oleh pemerintah, yakni sejak Agustus 2023 hingga masuk awal 2024.
Akibatnya, peternak ayam petelur terancam bangkrut massal. Tak hanya itu, konsumen juga menjadi korban tingginya harga telur. Tak sedikit masyarakat yang minim literasi kesehatan pangan terpaksa membeli telur yang murah, padahal belum tentu sehat dan aman dikonsumsi.
Peternak Ayam Tiarap
Arum Sabil, salah satu peternak ayam petelur di Jember Jawa Timur, mengungkapkan bahwa seluruh peternak ayam petelur mengalami kebangkrutan massal.
"Sekarang seluruh peternak ayam petelur se-Indonesia sudah terkapar betul. Jagung sebagai pakan utama harganya melambung tinggi yang mengancam terjadinya kebangkrutan massal," tegas Arum Sabil, Senin (22/1/2024) kepada Ketik.co.id.
Ia mengaku kondisi ini tidak bisa dibiarkan dan pemerintah tidak boleh luput memberikan perhatian kepada peternak. Pemerintah harus adil dalam mengawal dan memberikan keseimbangan harga agar tidak terjadi kegaduhan bisnis dan tetap menghasilkan produksi telur yang sehat dan aman dikonsumsi.
HM Arum Sabil memungut satu per satu telur yang dihasilkan di kandangnya. (Foto: Dok. Ketik.co.id)
Presiden Jokowi sudah jelas memberikan perintah kepada seluruh pemangku kebijakan untuk melindungi peternak. Perintah Presiden ini harus dijalankan dengan baik oleh para menteri dan pemangku kebijakan lainnya.
Jika ditemukan penyelewengan, maka pemerintah wajib menindak tegas. Terapkan sistem reward and punishment.
"Kami peternak tidak egois karena semua harus seimbang. Dan kami punya harapan terhadap sektor ekonomi kita. Perintah Presiden harus dijalankan sebaik-baiknya. Yang harus dikawal adalah pesan Presiden untuk melindungi peternak ayam petelur," jelasnya.
Bahaya Telur Infertil
Beredarnya telur infertil atau telur gagal tetas setidaknya memiliki dua bahaya, yakni untuk kesehatan konsumen, dan kesehatan bisnis peternak.
Arum menyebutkan, tingginya tingkat peredaran telur infertil di pasaran membuat peternak menjerit. Telur infertil ini biasanya dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibanding telur biasa.
Padahal, menurut Peraturan Kementerian Pertanian atau Permentan Nomor 32 tahun 2017, telur infertil dan telur tertunas dilarang diperjualbelikan sebagai telur konsumsi.
Telur ayam infertil memiliki usia layak konsumsi yang sangat pendek, karena itulah telur ayam infertil tidak direkomendasikan untuk dijual.
"Satgas pangan dan aparat penegak hukum harus terus melaksanakan tugasnya memberantas beredarnya telur infertil," terangnya.
Penyebab lainnya adalah kelangkaan jagung karena Indonesia dan sebagian negara di belahan dunia mengalami kekeringan panjang atau El Nino.
Fluktuasi harga jagung membuat kebutuhan jagung ada ketergantungan dari jagung impor. Sementara impor jagung tidak sesuai dengan kebutuhan di dalam negeri.
Arum mengusulkan agar jagung impor harusnya digunakan dan dijual dengan benar dan bijaksana. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya persaingan antara peternak lokal dan perusahan pabrik pakan.
"Ini harus diseimbangkan. Kalau perlu jangan sampai jagung lokal dikuasai oleh pihak tertentu. Negara harus hadir. Bulog harus terlibat dengan distribusi ke peternak agar harga seimbang," ucapnya.
Pabrik Pakan Jangan Ikut Beternak
Arum Sabil bersama peternak lainnya sepakat meminta pemerintah untuk membuat regulasi yang mengatur bahwa pabrik pakan tidak boleh mendirikan ternak ayam. Satu sisi mereka punya pabrik pakan dan satu sisi punya kandang ayam telur yang besar.
"Akibatnya peternak kecil akan mati. Pertenak kecil dibunuh sedangkan perusahaan besar dihidupkan. Kalau perusahaan besar mereka bisa tutup, tapi peternak kecil mereka lah yang tetap konsisten dan memberikan keseimbangan," kata Arum.
Sebab itu, perlu adanya regulasi yang mengatur agar pabrik pakan dilarang membuat kandang petelur. Kalau perlu dibuat Undang-Undang yang mengatur.
"Kalau ingin melindungi konsumen telur, maka lindungilah peternaknya. Karena kalau sampai nanti para peternak kita mati, maka menjadi ancaman yang tidak baik terhadap sumber protein yang murah yang berasal dari peternakan rakyat," bebernya.
Tanggung Jawab Bersama Menjaga Keseimbangan
Idealnya, harga telur saat ini berada di kisaran 35-45 ribu per kilogram karena bahan baku pakan sangat mahal. Peternak tidak ingin harga mahal tapi harga yang seimbang dengan biaya produksi agar usahanya tetap berjalan dengan baik.
Masyarakat harus diberi edukasi oleh pihak berwenang. Jangan mudah menganggap dan memberikan penilaian sepihak bahwa telur mahal. Masyarakat juga punya tanggungjawab untuk menjaga keseimbangan ini semua.
"Jangan sampai isu kemahalan harga pangan mematikan sumber pangan itu sendiri. Masyarakat harus diedukasi tentang sumber pangan yang sehat dikonsumsi," pungkasnya. (*)