KETIK, MALANG – Terdapat fakta mengejutkan dari produksi keripik tempe di Kampung Sanan, Kota Malang. Dikenal sebagai oleh-oleh khas Malangan, siapa sangka bahwa produksi keripik tempe masih menggunakan kedelai impor dari Amerika.
Ivan Kuncoro, Ketua RW 15 Sanan menjelaskan hampir 100 persen produksi tempe untuk keripik tempe di Kampung Sanan menggunakan kedelai impor. Hal tersebut disebabkan hasil panen kedelai lokal hanya cukup untuk tiga bulan.
"Hampir 100 persen (kedelai) dari luar negeri. Kita kesulitan untuk lokal karena pernah disurvei, sekali panen hanya cukup untuk tiga bulan," ucapnya.
"Sedangkan masa tanam kedelai kan enam bulan. Sehingga sekali panen dimasukkan ke kita saja, itu hanya cukup untuk tiga bulan," tambah Ivan, Sabtu (15/6/2024).
Setiap harinya para pengrajin keripik tempe di Kampung Sanan memerlukan kedelai hingga 40 ton. Kedelai-kedelai tersebut biasanya dihimpun melalui koperasi, salah satunya Koperasi Primkopti Bangkit Wijaya.
Menurut Ivan, toko-toko penjual kedelai lokal pun hanya mampu memberikan 2 persen kedelai ke Kampung Sanan. Jumlah tersebut dinilai kurang mencukupi kebutuhan para pengrajin tempe sehingga ketergantungan akan kedelai impor tinggi.
"Jadi kita masih tergantung importir. Per hari yang dibutuhkan mungkin sekitar 30 hampir 40 ton yang kedelai Amerika, itu untuk semua Kampung Sanan. Itu survei 3 tahun yang lalu butuhnya 40 ton," ucapnya.
Selain itu, harga kedelai lokal juga terhitung lebih mahal dibandingkan kedela impor. Terlebih saat ini para pengrajin dihadapkan dengan fluktuasi harga kedelai impor, dari Rp6.000 hingga Rp7.000, kini telah tembus hampir Rp12.000 per kilogram.
"Di sini lokalnya jarang, otomatis lebih mahal lokal. Mungkin selisihnya Rp500 sampai Rp1000, tapi kalau per kilo kan kita butuhnya 40 ton juga terasa mahalnya. Kalau lokal ambi dari pasar biasanya dari Pasuruan. Itu dulu pernah ada tapi sekarang udah gak ada," sebut Ivan.
Ia berharap Pemerintah Kota Malang mampu mendengarkan keluh kesah para pengrajin keripik tempe di Kampung Sanan. Meskipun telah terbiasa dengan naik turunnya harga kedelai, para pengrajin berharap terdapat subsidi kedelai di Kampung Sanan.
"Mulai 2005 pernah dicanangkan swasembada kedelai. Tapi sampai sekarang belum pernah terealisasi. Kita memang kesulitan untuk kedelai karena ini kan produk lokal kebanggaan Indonesia. Tapi mirisnya bahan baku dari luar negeri," tutupnya. (*)