KETIK, SURABAYA – Kemunculan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kesehatan menuai kontroversi. Itu gara-gara ada satu pasal yang menyebut penyediaan alat kontrasepsi bagi kelompok usia sekolah dan remaja.
PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 tentang Kesehatan itu mencakup beberapa program kesehatan termasuk kesehatan sistem reproduksi.
Pasal 103 mengenai upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja memunculkan polemik khususnya Ayat (4) butir “e” yaitu penyediaan alat kontrasepsi.
Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Jatim ikut menentang peraturan itu. Kabid Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Jatim, Mohammad As'adul Anam menilai lebih baik fokus memberikan pendidikan seks dan reproduksi saja.
"Itu sesuatu yang naif bagi kami. Itu kekhawatiran saja. Sebenarnya pendekatan edukasi itu, bagaimana pemahaman tentang masalah itu (tentang seksual)," ujar As'ad, Selasa (13/8/2024).
As'ad menjelaskan, pendidikan seksual bagi anak usia remaja khususnya yang duduk di bangku sekolah SMA/SMK/MA sangat penting. Namun tidak harus difasilitasi alat kontrasepsi.
"Itu kan memancing anak bagaimana menggunakannya," ungkapnya.
As'ad menjelaskan di pesantren dan madrasah edukasi seks tidak seperti itu. "Soal alat kontrasepsi ini tidak seharusnya atraktif seperti itu, kalau edukasi memang penting tapi tidak atraktif belum perlu seperti itu," tegasnya.
As'ad menambahkan bahwa edukasi seksual di pesantren sudah berjalan. Banyak buku maupun kitab penunjangnya. "Ada kitab yang mengajarkan pola hubungan laki-laki dan perempuan bahkan pernikahan. Sebetulnya bukan hal yang tabu di pesantren (terkait seksualitas)," ungkapnya.
"Pendidikan di pesantren itu sudah cukup untuk pendidikan seksual, tidak perlu alat kontrasepsi untuk pelajar," pungkasnya. (*)