KETIK, MALANG – Pondok Pesantren Internasional Abdul Malik Fadjar atau PPI AMF di Desa Kepuharjo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, diresmikan Ketum Muhammadiyah, Haedar Nashir, Rabu, (21/2/2024).
Peresmian ditandai dengan penandatanganan prasasti PPI AMF oleh Haedar Nashir. Juga dilakukan penyerahan kunci digital gedung PPI AMF secara simbolis oleh Ketua Badan Pembina Harian (BPH) UMM Prof Muhadjir Effendy kepada Ketua PWM Jatim Dr dr Sukadiono MM.
Dikutip dari situs PWMU, berikut keunggulan PPI AMF. Ponpes ini didirikan Lembaga Pengembangan Pesantren (LP2) dan Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Non Formal PWM Jatim bersama Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Terdapat fasilitas untuk melatih keterampilan belajar dan perpustakaan digital yang memadai di Pondok Pesantren tersebut. Terdapat komunitas belajar yang kompetitif bisa didapat para santri.
Selanjutnya, menerapkan strategi membangun budaya belajar (learning culture) juga dikembangkan dengan membangun learning community (komunitas belajar) di kelas maupun di pesantren.
Kondisi Pesantren Internasional Abdul Malik Fadjar atau PPI AMF di Desa Kepuharjo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. (Foto: PWMU).
Terdapat handbook internasional maupun proses belajar bersama. Sehingga guru mampu mendesain kurikulum sederhana. Tidak hanya guru yang memahami, tapi juga mudah dipahami anak dan orang tua.
Dalam bidang keagamaan, terdapat program hafalan Al Quran minimal 10 juz. Sesuai namanya, juga terdapat dua program internasional yang ada di PPI AMF, Kabupaten Malang tersebut.
Yakni kerjasama internasional dan Pertukaran Pelajar Internasional. Pada sambutannya, Ketum Muhammadiyah, Haedar Nashir, memberikan apresiasi atas diresmikan Ponpesnya tersebut.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada PWM Jatim, UMM, dan seluruh pihak yang ikut menginisiasi pendirian pondok pesantren ini," ujar Haedar Nashir.
Menyinggung tentang nama besar Malik Fadjar, Haedar mengatakan tidak hanya berperan bagi dunia pendidikan di lingkungan Muhammadiyah, tapi seluruh pendidikan nasional. Selain itu, jasa Pak Malik juga terpatri kuat di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
“Kami menjadi saksi, dan kami termasuk junior yang dekat dan dibimbing olehnya. Betapa banyak keteladanan, beliau tidak banyak kata sebenarnya, tetapi menunjukan apa yang beliau lakukan dan pikirkan itu selalu sejalan dan selaras,” katanya
Guru Besar Sosiologi ini menjelaskan, meski ruh, gagasan, dan visi Malik Fadjar lebih besar dari pondok pesantren ini, tapi pondok ini bagian dari takzim generasi Muhammadiyah saat ini.
“Di Muhammadiyah tidak banyak nama-nama tokoh yang dilekatkan sebagai perguruan tinggi, atau rumah sakit, atau lembaga pendidikan selain tadi yang sudah meninggal, dan yaitu tokoh besar,” katanya.
Selain merealisasikan gagasan, ruh, dan visi Malik Fadjar, pondok pesantren yang mentasbihkan diri sebagai ponpes internasional, maka harus konsekuen dengan namanya itu. Haedar menyebut konsekuensi itu salah satunya dengan menetapkan standar tinggi bagi siswa atau santri yang akan masuk ke pondok ini.
“Muhammadiyah tidak punya pandangan secara stratifikasi sosial, hanya memihak kaum bawah, atau menengah saja, tapi yang atas pun sama. Bahkan kita tidak mengenal konsep stratifikasi sosial itu,” tuturnya.
Pandangan ini, tutur Haedar, jika Muhammadiyah membangun sekolah dan rumah sakit untuk masyarakat kelas atas bukan sebuah masalah. Oleh karena itu, standar tinggi yang digunakan untuk pondok pesantren ini tidak berlebihan untuk mencapai level internasional. (*)