KETIK, SURABAYA – Inilah sosok Mudyiono, warga Jemur Gayungan I yang harus pindah dari rumahnya karena proyek pembebasan lahan di Bundaran Taman Pelangi atau biasa disebut bundaran dolog.
Pria yang sudah tinggal di Bundaran Dolog sejak tahun 1960-an tersebut tentu mengaku cukup sedih harus meninggalkan rumahnya yang terkena proyek Pemkot Surabaya tersebut. Banyak kenangan indah yang diukir selama tinggal di rumahnya.
"Kalo dibilang sedih ya, sedih. Di sini kan saya mulai kecil terus kemudian besar, habis itu membina rumah tangga hingga sudah punya cucu sekarang," jelas Mudyiono kepada jurnalis Ketik.co.id.
"Yang pasti saya bakal rindu dan kangen sama suasana disini dan juga para tetangga," sambungnya.
Sambil menyeruput secangkir kopi, Mudyiono bercerita ia sebenarnya berasal dari Madiun, yang kemudian mengikuti orang tua pindah ke Surabaya sekitar tahun 1960-an. Pada saat itu tempat tinggalnya tidak berada di tengah jalan raya seperti saat ini.
"Dulu pembangunannya belum sepesat ini dan gang saya ini tidak berada di tengah jalan seperti sekarang," tambahnya.
"Dulu jalan raya hanya ada di sisi timur saja dan sisi barang masih berupa tanah kosong," imbuhnya.
Kakek dengan 10 cucu ini menuturkan untuk menghidupi keluarganya selama ini dirinya berprofesi sebagai tukang bangunan. Rumahnya pun tidak tampak seperti saat ini. Dahulu rumah peninggalan orang tuanya masih sederhana hingga kemudian ia memperbaikinya sedikit demi sedikit.
Berbicara mengenai proyek pemerintah, ia sebagai warga sebenarnya mendukung asal ganti rugi yang diberikan cocok agar dirinya bisa melanjutkan kehidupan keluarganya di tempat yang baru. Walaupun memang tidak bisa dipungkuri rasa sedih dan berat masih terasa jika ia harus meninggalkan rumahnya yang penuh dengan kenangan.
"Ya saya sih mendukung saja rencana Pemkot asal sesuai kesepakatakan. Itu saja, jadi saya bisa beli rumah yang baru," paparnya.
Mudyiono sendiri mengaku sudah menerima ganti rugi dari Pemkot Surabaya sebesar Rp, 1,5 miliar. Uang tersebut ia gunakan untuk membeli rumah baru di kawasan Tanggulangin, Sidoarjo. Dirinya memilih daerah tersebut agar bisa dekat dengan anak dan cucu yang juga tinggal di kawasan Sidoarjo.
"Saya cari rumah di sekitar sini belum ada yang cocok. Jadi bersama istri memutuskan untuk pindah ke Tanggulangin saja agar dekat dengan anak cucu," pungkasnya.(*)