KETIK, SURABAYA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim masih terus mendalami kasus korupsi di BUMN, PT Industri Kereta Api (INKA) di Kota Madiun. Dugaan korupsi ini menggunakan modus proyek fiktif, yakni mengekspor kereta api ke Republik Demokratik Kongo (DRK) senilai Rp167 triliun.
"Kasus dugaan korupsi PT INKA ini memang menarik. Selain angkanya cukup besar, penyidik menemukan ada dugaan aliran dana, tetapi proyeknya tidak ada alias fiktif," kata Kepala Kejati (Kajati) Jatim Mia Amiati, Selasa (23/7/2024).
Penanganan kasus dugaan korupsi di PT INKA, diakui Mia tidak mudah, karena melibatkan negara lain. Karena itu, Kejati Jatim masih melakukan koordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kami juga memiliki enam orang auditor dari bidang pengawasan yang sudah bersertifikasi, untuk membantu mendalami kasus tersebut," ujarnya.
Meski sudah naik ke penyidikan, Kejati Jatim sejauh ini belum mengumumkan identitas tersangka. Terkait hal itu, Mia enggan berspekulasi. Hal ini karena penyidik masih berupaya keras untuk mengumpulkan alat bukti yang nantinya dapat ditemukan tersangkanya.
"Dalam tindak pidana korupsi tentu tidak hanya satu orang saja. Pasti ada lebih dari satu orang. Tentu kami akan segera mengupayakan prosesnya," katanya.
Dalam kesempatan itu, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar, menambahkan bahwa pihaknya masih meminta bantuan BPKP untuk melakukan audit. Dari rangkaian proses penyidikan, Saiful menyebut menemukan adanya pengeluaran uang yang tak jelas peruntukannya sebesar Rp28 miliar.
"Jadi, kami menemukan uang yang keluar dan tidak ada peruntukkannya sekitar Rp28 miliar. Tapi kami masih menunggu hasil audit BPKP, apakah temuan itu bisa dikatakan sebagai kerugian negara atau tidak," kata Saiful.
Dalam kasus PT INKA ini, Kejati Jatim sudah melakukan penggeledahan di kantor PT INKA yang berada di Jl Yos Sudarso, Madiun, pada Senin, 15 Juli 2024.
"Ada sekitar 400 dokumen yang kami bawa usai penggeledahan, dan saat ini masih dipelajari terkait pidananya. Yang pasti, kami masih melakukan penyidikan selama dua minggu ini, dan berupaya melengkapi alat-alat bukti. Kalau sudah ada penetapan tersangkanya, kami nanti akan undang rekan-rekan media," tandasnya.
Seperti diketahui, kasus ini bermula dari rencana PT INKA dan afiliasinya di awal tahun 2020 untuk mengerjakan proyek Engineering Procurement and Construction (EPC) transportasi dan prasarana kereta api di negar yang dulunya bernama Zaire itu. Fasilitasinya dilakukan oleh sebuah perusahaan asing.
Perusahaan asing tersebut kemudian menyampaikan kebutuhan pengerjaan proyek lain sebagai sarana pendukung, yaitu penyediaan energi listrik di Kinshasa, Kongo.
PT INKA Multi Solusi (PT IMST), bagian afiliasi PT INKA, bersama dengan TSG Utama, diduga memiliki kaitan dengan perusahaan fasilitator, membentuk perusahaan patungan di Singapura bernama JV TSG Infrastructure. Tujuannya untuk mengerjakan penyediaan energi listrik.
PT INKA kemudian memberikan sejumlah dana talangan kepada JV TSG Infrastructure tanpa jaminan. Hingga saat ini, penyidik dari Korps Adhyaksa telah memeriksa 18 orang saksi, termasuk dari pihak INKA dan afiliasinya, TSG Infrastructure dan pihak terkait lainnya.
Dugaan perbuatan melawan hukum dalam pemberian dana talangan tersebut merugikan keuangan negara. Namun hingga saat ini, BPKP Perwakilan Jawa Timur masih melakukan proses penghitungan kerugian negara. (*)