KETIK, JEMBER – Komunitas Tanoker Ledokombo menggelar workshop sebagai bentuk upaya pengenalan permainan tradisional di kalangan generasi muda.
Workshop dengan tajuk Menemukenali Strategi Pelestarian permainan Tradisi Egrang dalam Perspektif Lokal itu digelar di Hotel Dafam Fortuna Jember pada Sabtu, (10/6/2023).
Acara diselenggarakan atas kerja sama Komunitas Tanoker Ledokombo, Dinas Pendidikan Kabupaten Jember, Konjen Australia di Surabaya serta dukungan Dinas Pariwisata Kabupaten Jember.
Sejumlah pembicara yang hadir secara daring adalah Dirjen Kebudayaan Dr. Hilmar Farid, Prof. Dr. Melani Budianta Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Dr. M. Ilham Zoebazary M.Si Budayawan lokal/Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember serta Ki Darmaningtiyas S.Fil. Aktivis Pendidikan Taman Siswa, dengan moderator Dr. Ir. Suporahardjo M.Si pegiat permainan tradisi.
Sedangkan peserta workshop berasal dari kepala sekolah SD dan SMP se-Jember, pengawas, dan lainnya.
Sementara itu, pendiri Tanoker Ledokombo Ciciek Farha mengatakan jika workshop kali ini dilakukan untuk langkah awal menghidupkan kembali permainan egrang yang sempat vakum.
Disamping itu, wanita yang akrab disapa Ciciek itu berupaya merevitalisasi permainan egrang yang selama ini dianggap kuno dan kurang menarik.
"Mereka reaktualisasi sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan zamannya, kolaborasi dengan lagu-lagu internasional dan daerah. Dari lokal ke global," kata Ciciek.
Jadi permainan egrang tidak hanya tentang siapa yang lebih cepat. "Jadi tidak hanya lomba cepat-cepatan tapi juga ada tarian. Saya kira ini sesuatu yang sangat unik dan mudah-mudahan ditangkap oleh Jember sebagai sebuah potensi karena kalau orang main Egrang itu di mana-mana," jelas wanita berkaca mata itu.
Pelestarian budaya di tengah masifnya informasi asing yang masuk menjadi tantangan tersendiri untuk meningkatkan minat dari masyarakat lokal. "Tantangan bagi orang bagaimana pelestarian budaya banyak budaya yang sudah tidak menjadi kegemaran bagi generasi muda," terang Ciciek.
Ciciek berharap revitalisasi kali ini mampu membawa egrang masuk dalam kurikulum pendidikan. "Lembaga pendidikan menjadi institusi yang sangat strategis dan sistemik. Misalnya, kalau masuk dalam kurikulum lokal atau ekskul agar terawat," ujarnya.
Semua dilakukan sebagai bentuk aksi nyata melestarikan budaya sebagai identitas lokal. "Sekarang bagaimana meruwat dan merawat ini. Pendidikan menjadi institusi yang sangat strategis," tandasnya.(*)