KETIK, SURABAYA – Universitas Ciputra (UC) Surabaya meresmikan Center for Sustainable Design (CoS) di lantai 19 UC Tower, Selasa (3/10/2023).
Peresmian CoS juga sekaligus re-launching Centre for Creative Heritage Studies (CCHS) yang merupakan pusat kajian warisan budaya.
Center ini menjadi pusat pengajaran, penelitian, pengabdian masyarakat, inovasi dan kebijakan publik yang membahas isu-isu strategis terkait keanekaragaman budaya, identitas, komodifikasi budaya, dan upaya bersama menciptakan warisan budaya berkelanjutan dengan pendekatan kewirausahaan.
Yoanita Kartika Sari Tahalele, koordinator CoS, menjelaskan bahwa center ini awalnya didirikan karena program Matching Fund Kedaireka dari Kemendikbudristek.
Hal ini bertujuan untuk merangkul seluruh civitas akademika, pemerintah, industri, praktisi dan masyarakat untuk bersama mengembangkan ekosistem sustainability.
“CoS juga telah bekerja sama dengan banyak industri, dari industri kulit, garmen hingga plastik, dalam mengolah limbah industri menjadi produk-produk yang memiliki nilai desain, estetika dan komersial yang tinggi,”ungkapnya dalam pembukaan CoS.
Wayang dari sak semen yang dipamerkan di CoS Universitas Ciputra Surabaya. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)
Yuanita menjabarkan re-launching ini mengusung konsep baru yaitu ‘Gallery, Library, education, Archive and Museum (GLeAM) bersamaan dengan pendirian Interpretation Centre for Creativity and Innovation (ICCI).
ICCI merupakan wadah untuk menginterpretasikan makna dan significance warisan budaya melalui berbagai media dan metode kreatif lainnya.
CoS dan CCHS berkolaborasi dengan Museum Gubug Wayang dalam acara ini menampilkan 12 wayang kardus purwa versi Jawa Tengah yang terbuat dari bahan dasar sak semen bekas.
“Pembuatan Wayang dari sak semen merupakan suatu upaya untuk mengurangi sampah sak semen dan memanfaatkan nya menjadi wayang tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya dari wayang,” papar Yoanita.
Diharapkan, dengan adanya CoS, seluruh civitas akademik, industri, pemerintah dan masyarakat sadar akan pentingnya pengelolaan dan pengolahan sampah yang baik.
“Sehingga dapat menciptakan masyarakat yang lebih baik dan ramah lingkungan. Dan salah satu pengelolaan sampah yang baik adalah dengan melalui pemanfaatan sampah menjadi produk-produk yang mempunyai nilai estetik desain, budaya dan komersial,” jelas Yoanita.
Saat mencontohkan pembuatan wayang dari sak bekas semen. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)
Penasihat Museum Gubug Wayang, Tri Suhartanto mengungkapkan dalam upaya pelestarian budaya dan menjaga lingkungan, pihaknya memboyong koleksi wayang yang terbuat dari bahan daur ulang.
Dipilihnya wayang berbahan sak semen ini karena kualitasnya yang masih baik jika digunakan untuk wayang. Bahkan terlihat lebih baik dibandingkan berbahan kulit, karena bisa dibuat anti air.
"Kalau kulit butuh perawatan khusus dan harus ramah lingkungan. Tentunya dengan adanya wayang berbahan sak semen kita bisa memajukan hudaya melalui limbah atau kertas semen yang tidak terpakai," pungkasnya. (*)