KETIK, SURABAYA – Salat hari raya idul fitri 1445 Hijriah di Masjid Al Akbar Surabaya (MAS) diisi oleh Prof Dr KH Moh Ali Aziz MAg senagai khotib. KH Ali Aziz menyerukan kepada tokoh dan masyarakat agar jangan membangun negeri dengan kebencian.
"Kita perlu berguru kepada Nabi Ibrahim yang membangun negeri dengan tiga pilar nasionalisme sebagaimana disebut dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah Ayat 126 yakni aman, nyaman, dan iman," katanya dalam khutbahnya di MAS, Rabu (10/4/2024).
Dalam Shalat Id yang diikuti 40 ribu jamaah dan dihadiri Pj Gubernur Jatim Adhy Karyono serta Gubernur Jatim Periode 2019-2024 Hj Khofifah Indar Parawansa itu, Prof Ali Aziz menjelaskan ayat diatas menjelaskan doa Nabi Ibrahim ketika membangun negeri Makkah adalah negeri yang aman, berilah rizki, dan penduduknya yang beriman.
"Ayat di atas menjelaskan nasionalisme Nabi Ibrahim setelah selesai membangun ka’bah, ia memohon kepada Allah tiga hal, yaitu aman, nyaman, dan iman," katanya setelah Shalat Id dengan imam KH Abdul Hamid Abdullah SH MSi (Imam Besar MAS).
Guru Besar UINSA Surabaya itu menegaskan bahwa pilar pertama bernegara yang diminta Ibrahim adalah negara yang aman. "Apa mungkin orang bisa menjalankan ibadah dengan tenang jika negara kacau. Apakah ada orang yang berani umrah dan haji ke Makkah, jika Makkah tidak aman. Apakah kita bisa leluasa shalat idul fitri seperti pagi ini, jika negara lagi perang saudara," katanya.
Oleh karena itu, katanya, bangsa Indonesia harus bersyukur dengan pemilu dan pilpres yang berlangsung lancar dan aman, khususnya di Jawa Timur, padahal pemilu di sini adalah pemilu paling berat dan ribet di dunia.
"Coblosan secara manual, yang serentak
dilaksanakan di 17.000 pulau bukan pekerjaan ringan. Jika ada kontestan yang tidak puas, itu wajar, dan alhamdulillah tidak ada keributan, cukup diselesaikan melalui jalur hukum, bukan kekerasan di jalanan," katanya.
Penulis buku "Terapi Shalat Bahagia" itu mengatakan pilar kedua untuk membangun negara adalah kenyamanan dalam bidang sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Orang Jawa mengatakan, kenyamanan itu bertumpu pada tiga "ras", yaitu beras (di rumah ada beras), waras (badannya seger waras/sehat), dan giras (potensinya masih giras).
Jamaah salat ied di MAA tampak Khusuk mendengarkan khotbah dari khotib, Rabu (10/4/2024). (Foto: Khaesar/Ketik.co.id)
"Betapa senangnya kita tinggal di Indonesia. Pepaya dan bengkuang yang per buah harganya ratusan ribu rupiah di Amerika dan Eropa, di Surabaya hanya seharga Rp 5.000-Rp 10.000. Lebih murah lagi, jika buah itu ujungnya sudah penyok," kata trainer Shalat Bahagia itu.
Memang hari-hari ini, katanya, harga beras mahal, tapi nasi bungkus di masjid setiap maghrib selama Ramadhan melimpah.
"Sungguh ajaib, beras sedang mahal, tapi dalam tahlilan di kampung, kita mendapat suguhan makan nasi, dan tahlil setelah isyak, makan nasi lagi. Pulang pun membawa berkat nasi. Di saat beras mahal, semakin banyak orang kelebihan berat badan," katanya.
Tentu, masyarakat tetap berharap pemerintah segera bisa mengatasi harga beras tersebut, namun tetap perlu juga bersyukur, karena berbagai kemudahan, termasuk fasilitas pendidikan, meskipun belum maksimal.
"Ingatlah, 31 kali peringatan Allah dalam surat Ar-Rahman, "fabi-ayyi alai rabbikuma tukazdziban" (mengapa kamu mengeluh terus). Hadirin, idul fitri harus kita jadikan momen kegembiraan dan syukur yang mendalam. Ayo bersenanglah dan hidup rukunlah," katanya.
Pilar ketiga dalam membangun negeri adalah keimanan, karena keamanan tanpa iman, atau kenyamanan tanpa agama, akan melahirkan manusia seperti hewan. Telanjang pun diizinkan, semuanya dimakan, tanpa halal dan haram, setelah makan apa, berpikir makan siapa, seks bebas. (*)