KETIK, SURABAYA – Designer yang sudah terkenal di Jawa Timur Embran Nawawi menyebut bahwa Batik adalah Budaya Masa Depan. Menurutnya batik Indonesia memicu pertumbuhan ekonomi kerakyatan, ekonomi kreatif, hingga menjadi salah satu devisa bagi negara.
"Hari Batik adalah unjuk gigi kepada publik baik Indonesia maupun dunia," tuturnya.
Menurut Embran Nawawi, batik yang diperkirakan sudah ada sejak abad ke 5 di tanah Jawa ini adalah sebuah upaya dalam memenuhi kebutuhan pakaian hingga sebagai alat tukar masa itu juga bisa dinikmati saat ini hingga masa depan.
"Kita upayakan adalah sesuatu yang akan dinikmati oleh geneasi yang akan datang. Maka dari itu peryaan Hari Batik buat Embran Nawawi adalah momen yang tepat untuk memperkenalkan batik ini ke siapa saja, apalagi Pemerintah memperkuat dengan menjadikan Oktober sebagai bulan Batik Nasional," ujarnya kepada media online nasional Ketik.co.id di Seventeen Lounge Harris Hotel Gubeng Surabaya.
Kecintaan Embran nawawi kepada batik dimulai sejak awal tahun 90-an dengan belajar membatik di sebuah gang di Malioboro, Yogyakarta dan dilanjutkan menjadi designer batik untuk seorang designer nasional Carmanita di pertengahan tahun 90-an.
Lambat laun, Embran semakin fokus untuk mengembangkan batik khas daerah Jawa Timur. Ia sudah mulai meneliti batik Madura dari tahun 2010 hingga saat ini.
Ia juga menjadi tenaga ahli di bidang kebudayaan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa timur sejak tahun 2019 untuk mengangkat batik Jawa Timur ke ranah High Fashion di Indonesia.
Kolaborasi yang luar biasa dengan Perth Autralia dan Gyongnam Korea oleh Embran Nawawi. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)
Saat ini, ia membantu beberapa Kabupaten yang sedang mengangkat batik daerahnya untuk diperkenalkan kepada masyarakat dengan membuat event-event batik.
"Saya langsung membuat tahun ini Hari Batik, saya undang 5 kota yang punya pengaruh terhadap Batik Jawa Timur untuk tampil," paparnya.
Namun, Embran lebih memfokuskan pada perajin batik dari 5 kabupaten atau kota terbaik di Jawa Timur, karena 5 daerah ini memiliki motif atau corak yang memiliki filosofi kehidupan.
"Banyuwangi, Probolinggo, Sumenep, Tuban, dan Lamongan. Banyak cerita yang tersirat di setiap kota tersebut," paparnya.
Banyuwangi yang memiliki lebih dari 30 motif asli Suku Osing kali ini diperkenalkan oleh Rizkyesa perajin batik muda dengan nama Godho Batik.
Para pengrajin batik yang hadir dari Banyuwangi, Jombang dan Probolinggo. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)
Sedangkan dari Probolinggo, Nico Sawiji yang mengungkap peninggalan motif Mojopahit yang mana Gajahmada pernah melintas Probolinggo menuju Pulau Dewata dengan nama Batik Poerwa.
Taufan asal Sumenep memperkenalkan batik dari Keraton Sumenep yang langka di Jawa Timur.
Sriwidodo dari Tuban akan memperkenalkan batik Tuban yang memiliki kekuatan khusus yang sering dipakai dalam upacara ritual kikir gigi di Bali.
Dalam pelestarian lingkungan Nusa Amin dari Jombang akan memperkenalkan Batik dengan pewarna alam, yang mana Jombang sudah sejak zaman Darmawangsa kaya akan pewarna alam untuk pembuatan kain wastranya.
"5 kota ini saya pilih karena secara umum menjadi perhatian secara market dan ekonomi," tuturnya.
Embran menjamin bahwa batik-batik dari 5 daerah ini adalah original dan memiliki filosofi dan nilai-nilai kehidupan di setiap corak dan setiap daerah memiliki ciri khasnya tersendiri.
Batik Jawa Timur disokong oleh salah satu kota penghasil batik yaitu Pamekasan Madura, harapannya untuk Batik Jawa Timur sebagai penguat batik nasional untuk dunia.
"Untuk bisa menumbuhkan ekonomi kerakyatan, ekonomi kreatif. Dan akan membantu ekonomi global, bahwa dua kedutaan Indonesia di Perth dan Laos sudah minta saya bekerja sama dengan pengrajin untuk dibawa ke sana," harap Embran Nawawi Duta Batik Jawa Timur. (*)