KETIK, SURABAYA – Kasus dugaan kriminalisasi terhadap Supriyani, guru di Konawe Selatan, membawa keprihatinan bagi kalangan pendidik di Indonesia. Guru honorer tersebut dipolisikan oleh wali muridnya sendiri yang kebetulan berlatar belakang sebagai polisi. Keresahan ini pula yang ditangkap oleh inas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya.
Timbul kekhawatiran guru yang takut menegur muridnya yang melanggar aturan. Keresahan itu diungkapkan kalangan pendidik melalui media sosial.
Beberapaahkan saat ini di media sosial tengah ramai konten yang memperlihatkan seorang guru enggan untuk memberikan nasehat atau menegur siswa karena takut bermasalah dengan orang tua murid.
Kepala Dispendik Surabaya, Yusuf Masruh, mengatakan munculnya fenomena tersebut tentu maembawa keprihatinan tersendiri, bagaimana seorang pendidik justru tidak bisa mendidik secara leluasa karena takut berhadapan dengan hukum.
Berangkat dari hal tersebut saat ini pihaknya tengah berupaya mencari metode proses belajar mengajar yang lebih nyaman dan aman, baik bagi murid maupun tenaga pengajar seperti guru.
Proses pencarian metode tersebut melibatkan banyak pihak diantaranya MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) dan K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah, beserta elemen sekolah lainnya.
“Ada komite sekolah dan orang tua siswa. Harapan kami bisa mencari metode dan kesepakatan sehingga proses belajar mengajar tetap berjalan aman dan nyaman,” kata Yusuf, Jumat, 1 November 2024.
Dengan mencari metode yang tepat nantinya guru akan lebih memahami bagaimana memberikan pengajaran kepada anak dengan lebih baik tanpa adanya kekerasan fisik maupun verbal.
Orang tua juga diharapkan bisa memahami upaya tenaga didik dalam memberikan saran, nasehat, maupun teguran kepada pelajar.
"Agar persepsi ini bisa di pahami, di sekolah ada TPPK (Tim Penanganan dan Pencegahan Kekerasan) pada Sistem Pendidikan,” tambahnya.
Memiliki tugas menjaga keamanan dan keamanan di sekolah keberadaan TPPK sangat penting untuk mencegah adanya tindakan bullying di sekolah. Dibantu dengan guru yang menjelaskan indikator kekerasan kepada anak didik agar tidak muncul tindakan bullying di sekolah.
“Seperti ketika anak-anak bercanda tapi belum tahu batasan, bisa masuk kategori bullying," pungkasnya.(*)