KETIK, SIDOARJO – Jalan Cokronegoro berubah panas. Pepohonan rindang yang menaungi jalan aspal antara Pendopo Delta Wibawa dan Paseban Alun-Alun Sidoarjo kalah oleh aksi puluhan demonstran. Datang sekitar pukul 09.30, Rabu (20/12/2023), mereka membawa berton-ton sampah. Kotoran itu ditumpahkan begitu saja. Ditumpuk. Diecer-ecer.
Puluhan orang itu menyatakan diri tergabung dalam Gabungan pekerja kebersihan (Gapeksi) Sidoarjo. Ketua Gapeksi Sidoarjo Hadi Purnomo mengatakan, mereka melakukan aksi buang sampah karena tidak ditemui oleh Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor).
Menurut dia, pengunjuk rasa membawa sekitar 200 gerobak sampah. Beratnya sekitar 5 ton. Sebagian sudah ditumpahkan saat mereka berdemo di kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Sidoarjo, di kawasan Siwalanpanji.
Koordinator pengunjuk rasa Dimas Yemahura menyatakan, aksi buang sampah itu merupakan inisiatif para pekerja kebersihan. Mereka kecewa. Tuntutan pekerja kebersihan yang menolak tarif ritase dan tonase sampah tidak dihiraukan.
”Musim hujan ini, apabila tonase tinggi, yang diangkut itu air," katanya.
Selama melakukan aksi, demonstran membuang apa pun kotoran dari gerobak. Plastik, kertas, botol, sampai sisa makanan busuk. Jalan Cokronegoro yang biasa dilewati para tamu menjadi kotor bukan main. Bau pula. Selesai unjuk rasa, sampah-sampah itu masih berserakan di jalanan.
Sampah juga dibuang pengunjuk rasa di depan pintu gerbang Pendopo Delta Wibawa Sidoarjo. (Foto: Istimewa)
Tuntutan para demonstran itu dijawab oleh Kepala Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Griyo Mulyo Jabon Hajid Arif Hidayat. Hajid menyatakan, Pemkab Sidoarjo telah menurunkan biaya angkut sampah ke TPA. Dalam Peraturan Bupati, tarif angkut sampah hanya dipatok sekitar 30 persen dari yang seharusnya. Ada subsidi 2/3 dari biaya angkut.
Sebelumnya, biaya angkut sampah ke TPA sekitar Rp 300 ribu per ton. Sekarang nilainya Rp 100 ribu per ton. Subsidinya sudah Rp 200 ribu per ton. Jadi, tegas Hajid, tarif angkut sampah sebetulnya tidak naik. Nilainya sesuai dengan jumlah sampai yang dibuang.
Hajid juga menjelaskan, tarif pengelolaan sampah tidak bisa digratiskan. Sebab, regulasi tentang tarif itu diatur dalam Permendagri No. 7 Tahun 2021 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Retribusi dalam Penyelenggaraan Penanganan Sampah. Juga Permendagri No. 79 tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah.
”Tidak bisa digratiskan, itu sudah sesuai ketentuan. Karena ini jasa retribusi umum,” terangnya.
Yang perlu dijelaskan, lanjut Hajid, semakin sedikit sampah yang diangkut ke TPA Griyo Mulyo di Jabon, semakin sedikit pula biaya yang dibayar. Itu akan terjadi jika Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) di masing-masing desa bisa berfungsi optimal. Penanganan sampah tuntas di TPS.
”Ada yang bahkan tidak bayar sama sekali. sampah tuntas di TPS. Contohnya TPS Kali Tengah, Trosobo, dan lain-lain,” tegasnya.
Hajid juga menegaskan bahwa Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Sidoarjo sudah mengajak para pekerja kebersihan itu untuk berkomunikasi. Bahkan, pada Selasa (19/12/2023), mereka telah diundang untuk berdiskusi di kantor DLHK Sidoarjo.
”Tapi, tidak ada yang datang,” ungkapnya. (*)