KETIK, SURABAYA – “Keterbatasan hanyalah awal perjalanan, jangan menyerah dan teruslah melangkah untuk meraih cita-cita pendidikan,”
Kalimat itu diucapkan Nadya Andini saat diberi kesempatan menyampaikan kesan dan pesan sebagai wisudawan dalam prosesi Wisuda ke-129 Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) pada Minggu (21/4/2024).
Kalimat itu, bukan sekadar rangkaian kata-kata bagi Andini. Tapi dia sudah membuktikan dan merealisasikannya sendiri.
Prosesi Wisuda ke-129 ITS itu menjadi momen membanggakan bagi perempuan berusia 24 tahun itu. Juga bagi orang-orang terdekatnya. Sekaligus menginspirasi seluruh hadirin.
Nadya Andini yang merupakan seorang wisudawan penyandang disabilitas lulus dengan mendapat predikat cumlaude dari Departemen Studi Pembangunan ITS.
Nadya Andini yang terlahir dengan low of hearing selama ini tetap semangat untuk mencapai cita-citanya hingga perempuan ini berhasil menyelesaikan studi dalam waktu 3,5 tahun dengan raihan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,88 atau hampir mendekati sempurna.
Raihan angka memuaskan tersebut sekaligus membuktikan, terlahir dengan keterbatasan memang hanyalah awal perjalanan bagi dirinya.
Namun, untuk mencapai itu semua tentu Andini tidak luput dari berbagai kesulitan yang telah dia hadapi sebagai mahasiswa berkebutuhan khusus.
Nadya mengaku alat bantu dengar yang ia pakai selama kuliah kurang mampu membantu telinganya menangkap suara secara sempurna. Karena itu, ia selalu duduk di bangku paling depan untuk merekam penjelasan dosen dengan ponselnya.
“Di rumah, saya minta bantuan mama untuk mendengarkan rekaman tadi dan menjelaskannya ulang,” tuturnya.
Tak hanya itu, belajar di lingkungan dengan mayoritas orang berkondisi normal membuat Nadya sedikit kesulitan untuk beradaptasi. Gadis berkacamata tersebut tak jarang merasa kewalahan ketika berkomunikasi dengan teman-temannya.
“Teman-teman terkadang susah menangkap kalimat saya karena pelafalan yang kurang jelas, saya pun lumayan sulit untuk mendengar hal yang mereka sampaikan,” ungkap Nadya bercerita.
Kendati demikian, tantangan tersebut tidak menyurutkan ambisinya untuk terus menimba ilmu. Nadya berusaha terus belajar dan berproses menjadi mahasiswa yang kompeten meski dengan segala keterbatasan.
“Karena kurang bisa memahami materi di kelas, saya memaksimalkan pemahaman dengan menambah sesi belajar mandiri di rumah setiap hari,” ujarnya.
Nadya Andini dari Departemen Studi Pembangunan ITS mendapat IPK 3,88. (Foto: Humas ITS)
Ambisi dan semangat dalam diri Nadya berhasil membawanya berkembang menjadi sosok yang lebih percaya diri.
Gadis kelahiran Pamekasan, 24 Mei 2001 ini juga banyak mencoba hal baru di luar akademik. Salah satunya yakni mengikuti perlombaan.
Ia pernah berpartisipasi dalam Pagelaran Mahasiswa Nasional Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (Gemastik) Karya Tulis Ilmiah sebanyak dua kali dengan membawa rancangan aplikasi tunarungu.
Selain aktif dalam kegiatan non akademik, Nadya juga giat mengikuti program magang yang diselenggarakan di dalam maupun di luar kampus.
Program yang dia ikuti antara lain Kredensial Mikro Mahasiswa Indonesia (KMMI) 2021 - Short Course Pemetaan Sosial, proyek independen antara Fakultas Desain Kreatif dan Bisnis Digital (FDKBD) ITS dengan Intako, serta magang mandiri di PDAM Surya Sembada Kota Surabaya.
Tentu saja, di balik semua kegiatan yang ia ikuti terselip doa dan dukungan dari orang-orang terdekat. Gadis yang hobi menggambar tersebut menuturkan, langkahnya selalu diiringi dengan motivasi dari sang ibu untuk terus bangkit dan berjuang.
“Mama selalu mendukung untuk bisa berkembang meski dengan segala keterbatasan saya,” ucap Nadya.
Nadya pun merasa bersyukur usaha dan kerja kerasnya sejak awal terbayarkan dengan status kelulusan yang diperolehnya saat ini.
Ia berharap kisahnya selama menimba ilmu di Kampus Pahlawan ini dapat menjadi inspirasi bagi orang-orang yang tengah berusaha mengejar mimpi.
Pada prosesi wisuda usai menerima ijazah dari rektor, Nadya juga diberi kesempatan untuk menyampaikan pesan dan kesan wisudawan di hadapan semua hadirin.
Ia mengungkapkan, berkuliah di ITS memang bukan merupakan hal yang mudah bagi para disabilitas.
"Dukungan dan motivasi dari para dosen dan teman-teman membawa energi positif bagi saya untuk terus berjuang meraih impian," tutupnya. (*)