KETIK, MALANG – Polres Malang berhasil membongkar kasus pemberangkatan sebanyak 30 Pekerja Migran Indonesia atau PMI secara ilegal. Sebanyak dua orang diamankan dalam kasus ini.
Mereka adalah N (51) warga Desa Gading, Bululawang, Kabupaten Malang yang merupakan pemilik dari Lembaga Pelatihan Kerja Anugerah Jujur Jaya (LPK AJJ). Kemudian M (27) warga Tajinan, Kabupaten Malang yang merupakan karyawan LPK AJJ
Wakapolres Malang Kompol Imam Mustolih mengatakan, pada hari Selasa tanggal 12 Desember 2023 sekira pukul 09.00 WIB petugas mendapatkan informasi terkait rencana adanya calon PMI Ilegal.
"Dimana akan diberangkatkan ke negara singapura melalui Lembaga Pelatihan Kerja. Kemudian petugas melakukan serangkaian penyelidikan dan bahwa benar petugas mendapati satu orang saksi yang akan diberangkatkan oleh pihak penyalur tersangka N," ujar Kompol Imam Mustolih dalam jumpa pers pengungkapan kasus yang digelar di Mapolres Malang pada Selasa (09/01/2024).
Lebih lanjut ia mengatakan, calon korban atau saksi saat itu akan diberangkatkan oleh tersangka M dengan tujuan ke kantor travel di Gadang Kota Malang yang akan mengangkut ke Bandara Juanda.
Kemudian, masih kata Wakapolres Malang, petugas menghentikan kendaraan Nissan Grand Livina di perempatan Lampu Merah Krebet Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, mengangkut satu orang yang akan diberangkatkan ke luar negeri.
"Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut ditemukan Calon Pekerja Migran di LPK Anugerah Jujur Jaya yang rencana akan diberangkatkan ke luar negeri sebanyak 14 orang. Kemudian petugas mengamankan korban, saksi dan dua tersangka ke Polres Malang untuk tindak lanjut," tegas Imam.
Modus operandi yang digunakan oleh dua tersangka terkait pengiriman PMI secara ilegal atau terkait kasus perdagangan orang tersebut adalah dengan memberikan iming-iming kepada calon korbannya.
"Modus yang dilakukan dengan menempatkan Pekerja Migran Indonesia Keluar Negeri Tanpa Dokumen Persyaratan Lengkap. Merekrut para Calon Pekerja Migran dengan dijanjikan akan diberangkatkan secara resmi dan bekerja sebagai ART dan itu secara gratis," ungkapnya.
Ternyata, iming-iming gratis itu tidak benar. Para pekerja harus menyetorkan uang Rp 6,5 juta selama 6 bulan kepada tersangka, setelah mereka mendapatkan pekerjaan atau majikan di negara tujuan .
"Mereka diberangkatkan dengan dokumen atau paspor wisata, bukan untuk bekerja," tegasnya. Sebelum diberangkatkan, tersangka menampung di LPK miliknya dengan tujuan untuk belajar Bahasa Inggris.
"Keuntungan yang diperoleh tersangka (atas tindakan pengiriman PMI secara Ilegal) mencapai Rp 600 juta lebih," kata perwira menengah dengan satu melati di pundaknya itu.
Dalam pengembangan yang dilakukan polisi, ternyata pelaku tidak hanya belum memberangkatkan 14 korban. Melainkan sudah memberangkatkan 30 orang dengan modus yang sama.
"Bahwa tersangka sudah memberangkatkan Pekerja Migran Indonesia ke Singapura dan Malaysia sejak tahun 2019 sampai dengan tahun 2023, sudah berangkat sekitar 30 orang," tuturnya.
Tersangka, lanjutnya bisa mengirimkan pekerja migran Indonesia secara Ilegal, karena sebelumnya yang bersangkutan pernah dan memiliki pengalaman bekerja di luar negeri.
"Kami sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, karena menurut pengakuan tersangka seluruh pekerja yang diberangkatkan tersebut belum kembali," tuturnya.
Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, keduanya dijerat pasal berlapis Pasal 83 Jo 68 UU RI Nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan Pekerja Migran Indonesia ancaman 10 tahun penjara.
Kemudian dijerat pula dengan pasal Pasal 81 Jo 69 UU Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia ancaman 10 tahun penjara. Dan Pasal 4 UU RI Nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. (*)