KETIK, SURABAYA – Kasus penembakan di jalan tol Waru melibatkan tiga tersangka yakni Nelson (20), mahasiswa warga Jemursari, Wonocolo, Surabaya, kemudian Jefferson (19), mahasiswa asal Sambikerep, Surabaya, dan seorang anak berinisial J, warga Surabaya.
Dua tersangka berstatus mahasiswa dari Universitas Ciputra Surabaya. Aksi koboi yang dilakukan para tersangka di Tol Waru diuungkap pihak kepolisian akibat terobsesi dengan game online.
Psikolog dari RSI Ahmad Yani Surabaya Wenika Agustitia M.Psi menjelaskan, perilaku ketiga tersangka tersebut mengindikasikan mereka sulit membedakan antara imajinasi dan realita.
Hal ini yang mendorong para tersangka melakukan penembakan random ke sasaran yang mereka temui.
"Ada dua faktor yang memicu pelaku melakukan tindakan penyerangan dengan cara menembak seseorang secara acak. Yang pertama karena faktor pengakuan diri dari pelaku di komunitas gamenya, serta kedua ada faktor dari luar seperti dalam komunitas itu si pelaku ini ditantang oleh sesama anggota untuk melakukan tindakan yang di luar batas," ucap Wenika, Senin (27/5/2024).
Aksi yang dilakukan tersangka, Wenika melanjutkan, lantaran tidak ada sarana untuk menyalurkan emosi yang dilakukan tersangka.
"Seharusnya mereka bisa menyalurkan dengan gabung ke dalam komunitas air softgun, jadi bisa diarahkan dan mengetahui pengetahuan tentang bahayanya," ucapnya.
Wenika menjelaskan, olahraga menembak profesional membutuhkan emosi yang stabil. "Dengan aksi yamg dilakukan pelaku, maka bisa terlihat jika emosional pelaku tidak terjaga dengan baik hingga melakukan aksi itu," ucapnya.
Dengan kondisi yang dilakukan pelaku, Wenika menyebut bisa dipastikan pemahaman moral mereka tidak berkembang dengan baik.
"Seharusnya pemahaman moral ini mulai berkembang sejak kecil dengan kondisi ini maka pemahaman moral ini tidak berkembang karena harusnya sudah dikasih pemahaman jika moral yang dilakukan pelaku itu salah," terangnya.
Dia menjabarkan lebih lanjut, kondisi ekonomi pelaku sebenarnya dari keluarga berada, bisa jadi pelaku bisa terpenuhi kebutuhannya. Namun hal ini tetap diperlukan pengawasan orang tua.
"Jadi peran orang tua ini sangat besar bisa memastikan jika tindakan di game atau realita berbeda, dan dipastikan yang dilakukan di game itu hanya imajinasi bukan realita yang ada," beber Psikolog dari RSI Ahmad Yani itu. (*)