KETIK, SURABAYA – Adik kandung Menkopolhukam Mahfud MD, Prof Dr Siti Marwiyah, SH, MH berhasil dikukuhkan menjadi Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Doktor Sutomo (Unitomo) Surabaya, beberapa hari yang lalu.
Tulisan kegembiraan diungkapkan Mahfud MD melalui akun Instagramnya @mahfudmd.
"Hari Sabtu kemarin, kami sekeluarga berkumpul di Surabaya. Selain istri, anak, dan cucu, hadir pula adik-adik dan ibu kami, Siti Khadijah dengan kursi rodanya di usia yang ke-94 tahun ini. Alhamdulillah, kami menghadiri acara pengukuhan Prof Dr Siti Marwiyah, S.H., M.H sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Dr. Soetomo (Unitomo), Surabaya. Siti Marwiyah yang sehari-hari dipanggil Iyat adalah adik kandung saya, bungsu di keluarga kami," tulis Mahfud MD.
Mahfud memberikan nasehat untuk adiknya itu. Dikatakannya, memperoleh gelar guru besar itu tidak sulit, asal ada kemauan. Termasuk guru besar dalam bidang hukum.
“Yang terpenting bukan ilmunya. Karena kalau ilmu walau tidak jadi guru besar sudah bisa mengakses. Mahasiswa buka internet sudah bisa akses ilmu,” katanya.
Menkopolhukam menambahkan yang sulit saat ini adalah membangun integritas moral terutama kejujuran, keberanian dan ketegasan dalam penegakan hukum.
“Kita ini memiliki banyak sarjana hukum tapi masalah hukum jadi penyakit besar di Indonesia,” ungkapnya
Ditegaskannya, jika penegakan hukum di Indonesia dilakukan dengan baik dan benar, maka 50 persen masalah bangsa ini akan selesai.
“Ekonomi, infrastruktur, dan semuanya akan bagus kalau penegakan hukumnya bagus. Itu yang kini sedang kita benahi,” tandasnya.
Hal utama dalam penegakan hukum itu adalah kepastian hukum bagi dunia usaha, investor dan pebisnis. Saat ini kata Prof Mahfud, Indonesia jatuh dalam penilaian dunia karena gagal melakukan pemberantasan korupsi dan tidak ada kepastian hukum.
Yang kedua adalah perlindungan hukum bagi masyarakat yang di bawah. Sehingga tidak ada kekisruhan di masyarakat.
“Saya tekankan jangan memburu jabatan. Kalau memburu, mengejar pasti akan melakukan cara-cara yang kotor. Terima jabatan sebagai amanah. Karena kalau amanah akan didampingi hingga sukses. Selamat untuk adikku,” tukasnya.
Saat orasinya, Siti Marwiyah atau akrab disapa Iyat menyampaikan pandangan tentang perlunya legislative review, khususnya terhadap ketentuan perundangan yang mengatur tentang Presidential Threshold (PT).
Yaitu ambang batas suara yang harus diperoleh partai politik dalam suatu gelaran pemilu untuk bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Menurut Iyat, ketentuan ini mencederai kedaulatan rakyat serta melanggar hak-hak konstitusional warga negara, dan karenanya harus dihapus demi pulihnya hak rakyat dalam memilih putra putri terbaik bangsa untuk memimpin negeri ini.
"Karena ini mimbar akademik, maka pandangan yang saya sampaikan ini tentu juga adalah sebuah pandangan akademik, bukan pandangan politik yang praktis dan pragmatis," ujar Rektor Unitomo ini. (*)